Episode 17
Battle Still Begin
Blaar!
Fatya melentingkan badannya ke belakang, meloncat menghindari tembakan laser yang dilesakkan oleh Kuro. Sembari melentingkan badan, tangannya memegang revolver yang siap ditarik pelatuknya.
“Rasakan pembalasan ini!!!” Fatya menembak Kuro, lalu dia berlari kabur dari Kuro.
Saat ini, Fatya dihadang oleh Kuro. Satria dan Aliv masih sibuk mencari Namira yang terus bersembunyi, tidak keluar-keluar. Entah apa yang dilakukannya dalam persembunyian.
“Kakak di mana nih?” Aliv terus bertanya sambil menyibak semak-semak, lalu mengintip-ngintip, tapi yang diincar tak kunjung ditemukan. Namira sambil menggigit jari menoleh ke belakang, Aliv hampir menjangkaui tempat persembunyiannya.
“RASAKAN ALIV!!!” tanpa ragu, gadis berjaket abu-abu itu meloncat dari persembunyiannya, lalu menembak Aliv tanpa segan.
“Aliv, elak!” Satria memperingatinya. Aliv segera berkelit, lalu tiba-tiba …
“A-apa ini?” Namira berucap cemas, kakinya terjepit tanpa sadar. Satria dan Aliv terkekeh-kekeh bersama, mendekatinya dengan nada meremehkan.
“Kalau kakak tak pandai mengumpet buat apa mengajak main petak umpet,” ejek Aliv, tertawa-tawa. “Main petak umpet saja kakak tak becus, apalagi diajak bertarung. Tapi berlagak betul mau kalahkan orang.”
“Ihihihi, sombong,” ucap Satria pula, tertawa sendiri.
Namira berseru-seru memanggil Fatya lewat walky talky-nya sambil meronta-ronta. Tangan dan kakinya meronta berusaha keluar dari alat penjerat yang menjerat kakinya tersebut. Satria dengan ceria berjalan mendekatinya, bersiap-siap menyerangnya.
PAK! DUGH!
“Eh?”
***
“Oi? Dia meninju dada Satria?” Pilot Salim melepas kacamata hitamnya, memelototi layar, memastikan pandangannya. Dilihatnya Namira yang meronta malah meninju dada Satria sampai pemuda itu terjatuh.
“Hebatnya Namira …” kagum Keni dengan mata berbinar.
“Heleh, itu kebetulan,” ucap Cantika santai sambil mengunyah popcorn yang dipegang oleh Nada. “Kan saat itu dia meronta-ronta. Maklum saja dia meninju dada Satria.”
“Dahulu, saat ditantang bertarung oleh Kuro saat UAS tempur dahulu, kamu malah ketakutan. Sekarang kamu meremehkan orang lain yang mau menerima tantangan?” Amanda melotot pada Cantika.
Cantika nyengir, menyibak poninya di dahi, tak melanjutkan perdebatan.
***
“Kak Namira! Apa yang kamu buat sama Satria, hah?”
Aliv melotot marah, didekatinya Satria yang mengeluh kesakitan sambil menangis perlahan. Namira yang dipelototi oleh Aliv hanya menelan ludah, lalu tangannya cekatan berusaha membuka penjerat yang memasung kakinya.
“Aku tak sengaja, lah!” ucap Namira, mundur beberapa langkah. Kakinya sudah bebas!
“Apanya yang tak sengaja? Aku lihat kau meninjunya dengan kuat!”
Namira menelan saliva, menatap gentar Angga, Radit, Aqil dan Faris yang muncul di dekat mereka. Mengepalkan tangan dengan peluh dingin. Revolver yang ditodongkan oleh Radit ditatapnya dengan gentar.
“Iya! Bukan hanya kuat, kau juga membuatnya menangis!” kata Radit menimpali kalimat Angga.
Namira semakin menelan ludah, dia berharap Fatya segera muncul membantunya.
“Dah! Aku dah ikat tangan dia dari belakang!!” ucap Aliv, menunjukkan tangannya yang mengikat tangan Namira dengan tali penjerat.
“Apa yang kau buat, Aliv??” Namira menoleh ke belakang, semakin cemas.
“SERANG DIA SEKARANG!!” ucap Angga mengomando teman-temannya.
Namira menjerit sebentar, lalu diinjaknya kaki Aliv. Aliv menjerit kesakitan, tangannya yang berusaha menguatkan ikatan tali penjerat terlepas, membuat tangan Namira bebas. Aliv terjatuh ke belakang.
Namira segera menyerang empat pemuda itu. Pertama kali dia menyerang Angga dengan tendangan sabit. Tendangan sabit adalah salah satu jurus dalam seni beladiri pencak silat. Tendangan ini digambarkan dengan tendangan menyamping untuk melumpuhkan lawan. Lebih tepatnya … Menjatuhkan lawan.
Setelah itu, Namira menyerang Aqil dengan tendangan ‘T’. Tendangan ‘T’ adalah salah satu jurus pada karate. Dia pernah melihat Taqiyya dan Aila bertarung, lalu Taqiyya menggunakan tendangan T. Karena itulah dia memutuskan untuk menirunya, berlatih sendiri di rumah_-
Namira berbalik, dia menyerang Faris dengan jurus tepak tiga. Jurus ini dimiliki pencak silat. Maksudnya mengepalkan tinju sambil memukul lawan.
Setelah tiga pemuda itu lumpuh, Namira menyerang Radit dengan …
PLAAAKKK!!!
***
“Hei? Radit cuma ditampar?” Kapten Kairo menajamkan penglihatannya sekali lagi. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia kira Namira akan mengeluarkan jurus-jurus yang baru.
“Serangan yang meragukan …” ucap Taqiyya sambil bertopang dagu, meniru kelakuan Profesor Andri.
“Hadaih … Adikku hanya kena tampar. Kukira diserang dengan jurus baru,” kata Keni sambil ikutan mengunyah popcorn. Pertarungan ini membosankan.
***
“K-Kau tampar pipiku?” ucap Radit, mengelus pelan pipinya. Ya, tak perlu dilihat dengan cermin, Radit sudah tahu kalau pipinya pasti sedang merah. Bagaimana tidak? Namira saja menamparnya dengan sekuat tenaga.
“M-maaf aku ta-tak sengaja!” ucap Namira gugup.
“Tak ada maaf untukmu!” ucap Angga sambil berdiri, tangannya menggenggam erat revolver-nya. Dia siap menarik pelatuk revolver itu.
“Ka-Kalian tidak akan a-apa-apakan saya, kan?” ucap Namira gugup, dia merapat karena telah dikepung oleh Angga, Aqil, Radit, Faris, dan Aliv. Satria? Ya, dia masih kesakitan.
“Kami takkan menganggumu! Tapi kami tak menyetujuimu mengambil pin itu!” ucap Aqil tegas. Ah, benar. Pinnya! Bagaimana bisa dia lupa?
Namira menggigit jarinya. Hmm, begitu memalukan. Sudah hampir lewat dua puluh menit dan dia hanya berurusan dengan enam laki-laki ini. Pin di atas menara baja tersebut telah menunggunya. Kapan dia bisa mengambilnya?
Namira menelan ludah, dilihatnya enam pemuda itu menatapnya tajam. Dia merasa seakan ada enam raksasa yang siap menelannya.
“SERANG!!!” komando Angga, dan empat kawannya pun bergerak menuju Namira.
Namira sigap bergerak, mengambil revolver di pinggang. Lalu berguling di tanah, menghindar tembakan. Profesor Sari yang menonton aksinya menutup mata karena muridnya itu diserang secara membabi buta.
Namira tersenyum. Diingatnya lagi semua gerakan-gerakan hebatnya saat bertarung pada masa lalu. Dia bergerak yakin sekarang. Berguling lagi di tanah, lalu berlari menghindar. Tapi, saking nekadnya menembus hujan tembakan laser, tanpa sadar kakinya terkena tembakan itu.
Namira mengeluh pelan, kakinya terasa sakit! Gawat. Semuanya bisa kacau-balau sekarang. Bagaimana dengan pin itu? Dan … di mana Fatya? Rekannya?
Fatya masih sibuk bertarung dengan Kuro di atas menara baja.
Saat mereka berdua berpencar kabur, Fatya bersembunyi di balik semak-semak di dekat menara baja. Dengan napas tertahan dan langkah yang mengendap-ngendap, dia segera mendekati tangga menara. Dan, saat itulah Kuro menyerangnya tiba-tiba.
Dan pertarungan kedua lagenda mata pelajaran tempur itu belum terlihat ujungnya_-
Entah kapan ujian ini selesai. Namira mendengus semakin sebal, kapan berlayarnya?
***
“Oh, tak bisa bangkit lagi? kasihan …” ucap Faris dengan nada meremehkan. Didekatinya Namira yang terduduk di tanah sambil berusaha menggerakkan kakinya.
Namira menatapnya dengan tatapan kosong, tanpa ekspresi.
“Sini Kak, biar Aliv bantu,” ucap Aliv. “Asalkan kakak tak ambil pin itu, Aliv senantiasa bantu kakak.”
Sontak Namira serta lima anak lainnya menatapnya melek. Satria sambil mengurut dadanya hanya mendengus sebal. Hufft, Aliv, Aliv! Ada-ada saja.
“Oke, terima kasih,” ucap Namira dengan senyum licik.
Aliv mendekatinya, menjulurkan tangan. Namira langsung bangkit dan tanpa kode dia langsung menembak mereka semua habis-habisan.
“TEMBAKAN LASER!! HIYAAAAAAHHH!!!”
***
“Pandai berakting murid kau tu ya,” ucap Profesor Andri sambil menggeleng-geleng. Profesor Sari dan Kapten Kairo nyengir bersama. Mana mereka tahu kalau Namira pandai berakting?
“Katanya tadi kesakitan, sekarang serangannya minta ampun. Serangan macam apa ini?” ucap Qalesya sambil memeluk Bearbot.
***
“TEMBAKAN SUPER LASER!!! TSSIIIIAAAAAAHHHH!!!!”
Namira mengakhiri serangannya dengan tembakan laser super. Tembakan laser yang ukuran dan daya penghancurnya sangat besar dan kuat. Sontak enam anak itu mengelak, dan laser itu mengenai menara batu di belakang mereka.
***
“TERUS NAMIRA!!! FATYA!!!” Bearbot berseru-seru menyemangati. Jaihan meniru, Cantika mengikuti. Semuanya bersorak-sorak. Menyisakan anak laki-laki yang terdiam mematung saat teman-teman mereka kalah.
“Hish, KALIAN BISA DIAM TAK??” bentak Barra emosional. Dia agak gregetan karena sorakan teman-teman perempuannya dan seruan Bearbot yang terkesan fanatik.
***
“Mengalah saja, Kuro,” ucap Fatya santai, dia bergerak mendekati pin yang terletak di meja tabung di atas menara tersebut.
Kuro menggigit bibirnya, kesal. Sudah berapa kali dia dikalahkan oleh Fatya? Ini memalukan. Adik dari seorang guru tempur handal tapi tak becus bertarung?
“Kalau aku memang kalah, aku takkan biarkan kau menang!” ucap Kuro, dengan ganasnya dia menyabet pedang lasernya sambil berlari kencang mendekati Fatya.
Hup! Gadis itu mengelak. Hup! Sekali lagi. Fatya tersenyum sambil bersiap mencabut revolver dari pinggang. Tangan kanannya pun bersiap menyambar pin yang terletak di meja tabung. Mengalah saja, kejayaan kami semakin dekat, Kuro …
Tebasan pedang Kuro melayang, lalu Fatya menahannya dengan pedangnya pula. Dengan tangan kirinya dia menarik pelatuk revolver-nya. Tanpa segan ditembakinya lawannya itu.
Kuro? Pemuda itu terpental ke belakang. Dengan separuh tenaga dia kembali bangkit, memegang revolver-nya pula.
Fatya mendekati meja tersebut, mengambil pin. Senyumnya terkulum lebar saat menyaksikan bahwa pin tersebut ada dua! Dalam hati dia berpikir bahwa pin ini pasti akan diberikan pada mereka.
“Jangan sentuh pin itu!!” Kuro menarik pelatuknya, menembaki Fatya yang tersenyum puas sambil mengambil pin tersebut.
“Semuanya terlambat, Kuro. Selamat tinggal,” Fatya melentingkan badan, menjatuhkan diri dari atas markas. Membuat semua penonton terpana lagi. Jaihan menjerit ketakutan, semuanya menutup mata karena tekad Fatya meloncat dari atas markas.
Dari atas, Kuro menatapnya dengan mulut ternganga dan mata terpana. Dipandanginya siluet tubuh gadis yang makin lama semakin menghilang.
Ternyata dia tidak selincah dan setangkas dulu … Dia telah berubah!
***
“DIA BERHASIL!!!!” Profesor Sari dan Amanda berseru kompak, bersamaan, diiirngi sorak-sorai yang riuh dari teman perempuan yang lain.
“Foyooo … kerennya!!” Cantika menganga, memastikan lagi.
Kapten Kairo tersenyum sendiri saat kamera drone CCTV menampilkan gambar Kuro yang bersandar di dinding menara sambil meraup wajah, kelelahan.
“Dia …” Profesor Andri menatap layar serius. “Dia telah menjatuhkan martabat seorang lelaki …”
***
“NAMIRA!!!! AKU DAH DAPAT PINNYA!!!”
Fatya berteriak kencang-kencang sambil mendekati Namira yang baru saja melepaskan tembakan super laser ke arah enam pemuda itu.
“Masyaallah, yang benar saja?” Namira menatapnya dengan mata berbinar-binar.
Fatya mengangguk, ditunjuknya kepalan tangannya yang menggenggam dua pin tersebut. Namira semakin terpana, ditatapnya Fatya, “Kamu mengambilnya sendiri? Apa tidak ada yang menghalangimu?”
“Si Kuro yang menghalangiku dan aku berhasil mengalahkannya,” ucap Fatya, tersenyum lagi. “Mari kita kembali.”
Namira tersenyum mengangguk. Keduanya bertatapan. Tangan kanan mereka saling mengenggam lalu mata mereka bertatap begitu dekat. Dari sana terlihat letupan saling menyemangati diiringi tepuk tangan penonton.
Tujuh pemuda itu?
Enam pemuda itu ternganga saat menyaksikan Fatya dan Namira saling berpelukan, lalu berlari menuju pintu markas. Kuro? Dia tidak lagi memedulikan dua gadis tersebut, tapi memikirkan betapa lemahnya dia dengan seorang cewek.
Apakah ini pembalasannya karena aku meremehkannya tadi?
Kuro berpikir perlahan, diremasnya rambut lurusnya. Sudahlah, memikirkan gadis tersebut sama saja membuat stress.
***
“TAHNIAH FATYA!!! NAMIRA!!!”
Teriakan tersebut terdengar membahana. Menyambut langkah Fatya dan Namira yang memasuki markas. Keduanya tersenyum senang, bersitatap.
“Kalian hebat sekali,” ucap Profesor Sari, tersenyum bangga.
“Serangan kalian kali ini lebih begitu epic dan memukau,” tambah Kapten Kairo dengan senyum puas. Telapak tangannya menerima dua pin yang diserahkan oleh Fatya dan Namira. Lalu, dipasangkannya pin tersebut di jilbab Fatya dan Namira, membuat sorakan terdengar lebih riuh.
“Serangan kalian begitu cepat tapi memukau, begitu sebentar tapi menyakitkan. Itu hebat,” ucap Profesor Andri, membuat Fatya dan Namira tersenyum tersipu bersamaan.
“Nah, selain mendapat pin sebagai hadiah—“ ucapan Pilot Salim langsung disahut rusuh oleh semua anak, tak terkecuali Fatya dan Namira.
“Pilot Salim sudah janji, kan? Mengajak ke sungai Nil??” ucap Fatya.
“Iya! Kapten Kairo juga sudah janji!! Ayolah!!” Namira berseru semangat.
Sontak ketiga guru mereka menatap mereka melek. Ternyata, walau mereka berdua memiliki kemampuan seperti itu,
Mereka tetaplah anak kecil.
“Iya, oke …” Kapten Kairo mengangguk sepintas.
“Kali ini kalian tak hanya ke sungai Nil, tapi ke seluruh Mesir!” ucap Profesor Andri, tersenyum sumringah. “Sebagai hadiah karena kalian lulus sebagai anak yang memiliki daya tahan!”
Ya, hanya karena dua gadis itu, semua anak jadi jalan-jalan_-
Pilot Salim memakai kacamata hitamnya lagi, “Ayoo … Silakan naik ke Stella Nova—“
Tanpa disuruh, semua anak langsung menghilang dari ruangan. Semuanya berebutan menaiki tangga Stella Nova, yang membuat tiga guru tersebut menggeleng-gelengkan kepala. Pilot Salim hanya terkekeh perlahan, dia juga senang seperti anak-anak tersebut dan juga puas seperti tiga guru tersebut .