marathon-17 Aqil

Marathon 17

Kamu Tidak akan Sabar

Adzan Dzuhur berkumandang , aku segera menyelesaikan  makanku dan mengajak ayah untuk shalat dzuhur berjamaah dimasjid.

”Kita ke masjid dulu, Bu. Assalamualaikum!.

”Aku dan ayah pamit untuk shalat dzuhur.

”Waalaikum salam!hati hati di jalan ya!,”kata ibu sambil menutup pintu.

Selesai shalat dzuhur Fadil dan Fatih mendatangiku.”Besok kita ke Kalikuning lagi yuk!,” kata Fadil.

”Ayo!,” Fatih menimpali Fadil dengan semangat.

”Aku tidak bisa. Aku harus membantu Ibu pekan ini,” kataku sambil memasang wajah murung karena tak bisa ikut bermain. ”Oh ya ,teman teman!  Ayah dan Ibu sedang mengurus wakaf sumur di Wonosari, Gunungkidul. Pekan depan dimulai pengeborannya, nah, Ibu mengajak ibu-ibu komplek untuk sekalian mengadakan bakti sosial disana.  Jadi kita ikut menyumbang yuk!”aku mengajak mereka menyumbang begitu mengingat pesan ibu.

”Memangnya boleh, memang bisa?,”Fadil bertanya.

”Bisa dong, Ibu dan teman-temannya sedang mengumpulkan mainan , buku juga pakaian untuk disumbangkan.”jelasku pada mereka berdua.

”Aku mau ikutan menyumbang.”

 “Aku juga mau ikutan. Aku mau kasih tahu teman-teman di gangku. Oya dimana barang-barangnya dikumpulkan?”

“Wah, makasih. Di rumahku aja.”

Setelah mengobrol panjang dengan mereka aku pamit pulang. Mereka juga pulang.

***

”Assalamualaikum! Aku pulang!,” kataku sambil membuka pintu rumah, masuk kemudian menutupnya lagi.

”Waalaikum salam. Kok pulangnya terlambat?,”ibu menjawab salamku.

”Tadi aku mengobrol dengan teman temanku. Alhamdulillah, katanya mereka mau ikut menyumbang bersamaku ke Wonosari, Gunungkidul.”Aku menceritakan alasan aku terlambat  pulang dari masjid.

”Aqil mau menyumbang apa?,”Tanya ibu.

”Aku mau nyumbang mainan bekas yang masih bagus, pakaian bekas yang masih layak dipakai, dan buku buku bekas  yang mau kusumbangkan,”aku berbicara dengan semangat.

”Kalau teman teman Aqil mau nyumbang apa?,”tanya ibu lagi.

”Eeumm. Belum tahu Bu. Aku belum tanya mereka mau menyumbang apa, ” kataku kebingungan.

Aku menuju box mainanku dan mulai memilah mainan yang masih bagus. Kereta kayu, puzzle, lego dan buku-buku yang masih bagus.Kemudian aku mengumpulkan benda itu semua pada ibu.

”Bu, ini mau aku sumbangkan.”aku berkata sambil memegang mainan. Ibu mengangguk pendek kemudian mengepak barang-barang itu dalam kardus. Aku juga mengambil kardus dan mulai mengepak sendiri barang- barang yang mau kusumbangkan.

***

Kamu Tidak akan Bisa Sabar

Pernah satu waktu nabi Musa meminta agar ditunjukkan kepadanya keadilan Allah. Tapi apa kata Allah, “kamu tidak akan sabar’. Tapi kata nabi Musa “aku akan sabar”.

Nabi Musa berdiam diri selama 40 hari ,menunggu kitab taurat diturunkan padanya. Dia berdiam di dekat sebuah mata air. Kemudian seseorang penunggang kuda datang menuju mata air didekat nabi Musa sedang berdiam diri. Kemudian dia meminum air sunga tersebut. Dia tidak tahu kalau gerak-geriknya diperhatikan oleh nabi Musa AS. Nabi Musa melihat uang terjatuh dari kantong orang itu,tapi ia tidak tahu kalau uangnya terjatuh. Kemudian diapun pergi. Tak lama kemudian seorang anak pergi ke mata air yang sama, diapun meminum air dan mengambil uang milik  orang yang pertama tadi, kemudian pergi. Lalu datanglah orang ketiga alias terakhir. Dia seorang buta, dia berwudhu untuk shalat. Lalu setelah setelah si buta selesai shalat, si penunggang kuda datang lagi untuk mencari lagi uangnya yang jatuh.Kemudian si buta dipaksa untuk menjawab “apakah kamu yang mengambil uangku tadi?!!”tanya si penunggang kuda.

Tapi jawab si buta, “Aku ini sudah buta.Aku tidak melihat ,uangmu jatuh.” Namun si penunggangkuda terus memaksa dan pada akhirnya si buta dibunuh oleh penunggang kuda.Kemudian si penunggang kuda pergi karena uangnya tidak ditemukan.

Setelah kejadian itu, nabi Musa didatangi malaikat jibril “kau pasti tidak akan sabar””Aku memang tidak sabar”  kata nabi Musa. Kemudian jibril menjelaskan tentang ayah dari anak tersebut.

Bersambung..

Marathon 17-Weni

Taman buah Mekarsari

Salah satu sudut keceriaan anak-anak di taman buah mekarsari. Sampai lokasi kami nelihat denah beberapa titik yang bisa kami pilih terlebih dahulu. Cukup luas area taman buah mekarsari.

“Bunda, hari ini menyenangkan ya?” kata Haikal memberitahu pada saat kemaren minggu kami berempat fieldtrip ke taman buah mekarsari.
Alhamdulillah, sudah ada anak yang bisa mengingatkan ayah dan bundanya disaat-saat kondisi yang tidak nyaman hadir.

Kami memulai beberapa titik area yang kami kunjungi, anak-anak hunting foto menggunakan kamera ayah memfoto beberapa tanaman. Salahsatu target kami di awal kami melakukan fieldtrip adalah bagaimana respon anak-anak dalam menghadapi situasi lelah, panas, lapar haus, keramaian dan situasi lainnya yang tidak terduga hadir. Bagaimana mereka belajar mengatur emosinya, mengatasi kelelahannya dan kondisi tidak nyaman lainnya.

Senang deh melihat mas Haikal tidak mengeluh, terlihat ceria di lokasi taman buah. Padahal kemaren keduanya sedang dalam kondisi kurang sehat.

Tetapi pada saat diberitahu ayah kalo akan ke taman buah, spontan anak-amak menjawab, “hayuk ayah, hayuk bunda. Melihat semangat anak-anak, kami pun dengan cepat menjawab, Let’s go Nak … hmm.

Dan ternyata ada cerita seru dan kejadian menarik yang kami alami dan itu mendukung apa yang kami ingin coba tumbuhkan ke anak-anak.

Karena setelah keliling berapa titik pada area taman buah mekarsari kami pulang kesorean, hingga kami kesulitan mencari alat transportasi online.

Hal ini disebabkan karena padatnya kemacetan di jalan menuju lokasi taman buah mekarsari. Hingga jelang malam belum terurai juga kemacetannya, hingga jam tutup taman buah mekarsari pun kami masih berada di lokasi.

Akhirnya kami terdampar dan duduk dipinggir jalan didepan pintu keluar taman buah mekarsari. Sambil menunggu terurainya kemacetan kami mencari makan malam. Setelah selesai makan kami mencoba transportasi online kembali ternyata kami belum juga mendapatkan transportasi.

Kami akhirnya  memutuskan  menggunakan angkot hanya setengah jalan sampe menuju metropolitan mall cileungsi.

Selanjutnya sampe giant metland cileungsi, kami mencoba kembali mencari transportasi online, tapi ternyata masih sama, kami masih kesulitan untuk mendapatkan trasportasi untuk pulang. Hingga kami akhirnya kembali terdampar ke dua di giant metland cileungsi.

Sampai giant tutup dan hujan lebat, handphone pun lowbat hingga akhirnya handphone mati.

Kami berkomunikasi dengan penjaga stand untuk membantu mengijinkan kami mencharge handphone agar kami bisa mencari kendaraan untuk pulang.

Serasa lengkap ujian kesabaran yang diberikan dihari minggu.
Kami ngobrol bareng, bersenda gurau, sambil bertanya ke anak-anak mengenai pelajaran yang bisa diambil dari situasi yang kami alami selama di perjalanan.

Akhirnya datang pertolongan-Nya melalui seorang pria, kami mendapat nomor kontak layanan blue bird pusat untuk memesan taksi dengan memohon kembali penjaga stand untuk menolong mengijinkan untuk charge handphone.

Alhamdulillah, akhirnya kami sampai rumah dengan menggunakan taksi, hingga sampe rumah hujan lebat masih mengikuti, turun dari taksi ditemanin hujan yang begitu lebatnya.

Fieldtrip yang melelahkan tetapi memberi pelajaran berharga buat kami bersama anak-anak.

Marathon 17 – Irbath

Saya bersama keluarga menginap hanya satu hari satu malam. Yang paling berkesan bagi saya di sana adalah saya bisa sering – sering berenang dan bisa bermain pasir. Saat pulang, saya mengalami kejadian yang seru yaitu saat melewati jalan yang berbatu. Mobil yang kami kendarai terguncang – guncang sehingga kepala saya kejedot – jedot. Saya juga melihat banyak fatamorgana saat melewati jalan aspal. Seru deh perjalanannya…

Sprint 17 – Alif

Bismillahirrahmanirrahiim

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat yang mulia. Gelar Ash-Shiddiq diberikan oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam, karena ia membenarkan dan membela Nabi. Ia menemani Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam ketika hijrah. Ia termasuk Assabiqunal Awwalin , ia masuk Islam setelah Ali bin Abu Thalib.

Sekarang aku mau menceritakan kisah Abu Bakar hijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.

Allah memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Madinah Al Munawwarah. Setelah seluruh kaum muslimin hijrah maka Nabi pun hijrah bersama Abu Bakar. Sementara Ali di amanahkan untuk tidur di rumah Rasulullah dan mengembalikan titipan kaum Quraisy. Nabi bersembunyi di gua Tsur. Kaum Quraisy mengejar beliau sampai di pintu gua Tsur. Namun karena tidak mendapatkan seseorang mereka pulang ke Makkah. Allah telah melindungi Nabi dan sahabatnya. Setelah 3 hari Nabi melanjutkan perjalanan ke Madinah.

Bersambung ya teman-teman.

Sprint 17- Naflah

Challenge Pertama NATA (Part 2)

Sudah sangat lama aku menyusuri dan mencari gedung yang dimaksud.  Namun, tetap saja aku belum mendapatkan gedung yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan teka teki itu.  Ketika aku melihat jam tanganku, waktu telah menunjukkan pukul 11.50, aku terkejut.  Tak lama kemudian, adzan berkumandang.  Aku segera mencari masjid terdekat.  Walaupun tugasku belum selesai, tapi sholat yang nomor 1.

            Setelah sholat, aku segera mencari sebuah rumah makan.  Sampailah aku di sebuah tempat makan yang sangat nyaman.  Menurutku, rumah makan yang nyaman adalah rumah makan yang bersih, masakannya yang lezat, dan harga yang terjangkau.

            Saat aku masuk dan sudah mendapatkan tempat duduk, aku diberikan sebuah buku menu.  Dengan cepat, aku segera memesan bakso dan es jeruk.  Saat aku baru saja selesai menyantap pesananku, adhwa meneleponku.  Aku segera mengangkat teleponnya.

            “Assalamualaikum, Naflah!”sapa Adhwa.

            “Waalaikumsalam, ada perlu apa?”tanyaku dengan lemas.

            “Apakah kamu sudah menemukan barang spesial itu?”

            “Oh, belum… kalau kamu, sudah selesai ngevlog?”tanyaku dengan lebih lesu.

            “Hehe… sudah dong! Aku ngevlognya di Gedung Sate! Tahu nggak, di atas atapnya, ada sate telur! Lucu tahu! Hihihi….”jawab Adhwa.

            “Ha? Gedung Sate? Aha! Aku tahu jawaban dari petunjuk itu! Terima kasih, Adhwa! Sudah dulu ya, assalamualaikum!”ucapku cepat.  Setelah itu, aku segera membayar semua pesananku dan segera berlari menuju Gedung Sate.  Untungnya, rumah makan itu berada tidak jauh dari Gedung Sate, jadi aku tidak perlu menaiki kendaraan apapun.

            Sesampainya di Gedung Sate, aku melihat salah satu anggota Bintang Ceria, yaitu Rubi.  Ternyata Bintang Ceria sudah menemukan tempat ini.  Aku harus cepat! Nggak boleh ketinggalan! Aha, aku akan membuntutinya! Batinku.

            Aku segera membuntuti Rubi.  Di tengah perjalanan, aku melihat segulung surat yang terikat di sebuah pohon.  Tapi, Rubi masih tetap berjalan.  Sepertinya dia tidak melihat kertas itu, batinku.  Dengan mengendap-endap, aku berharap ia tidak melihatku.

            Hap! Aku berhasil meraih gulungan kertas itu.  Saat aku hendak membukanya, tiba-tiba Rubi sudah berada di hadapanku.  Rubi tersenyum.  Aduh, kenapa dia ada di sini? Jangan-jangan, dia mau merebut kertas petunjuk ini.  Hmm… aha! Aku punya ide, batinku.

            “Naflah, cepat berikan kertas itu! Anggap saja imbalan karena kamu sudah mengikutiku! Benar kan?”perintah Rubi.  Aku tersenyum penuh rahasia.

            “Oke, aku minta maaf karena sudah mengikutimu diam-diam, tapi aku nggak akan memberikan kertas ini! Kalau mau, kejar aku! Bleee!” Aku segera berlari menjauhinya.  Ia segera mengikutiku.  Sambil berlari, aku membaca kertas itu.

            Selamat karena sudah berhasil menemukan kertas kedua ini.  Inilah yang kalian inginkan.  Petunjuk kedua: carilah sebuah restoran di Jalan Apel yang menjual makanan yang ada di kata kedua nama gedung tempat kamu menemukan kertas petunjuk ini.  Di sana, kata sandinya adalah nama grupmu.  Semoga berhasil!!!

            Tanpa disadari, aku menabrak seorang bapak-bapak.  Aku pun terjatuh dan meringis.  Bapak itu juga terjatuh.  Tak lama, bapak itu berdiri.  Aku pun ikut berdiri.

            “M… maaf, Pak!”ucapku.  Untungnya, bapak itu sangat ramah.  Ia tidak marah, hanya menasihatiku untuk berhati-hati di jalan.  Setelah bapak itu pergi, aku segera melanjutkan perjalanan.  Lama-lama, aku baru ingat kalau aku sudah lepas dari kejaran Rubi.

            “Alhamdulillah! Rubi sudah nggak mengejarku lagi.  Kalau begitu, aku harus segera mencari Jalan Apel!”gumamku.

            Tak jauh dari tempatku terjatuh, aku menemukan Jalan Apel.  Ini dia Jalan Apel! Aku harus segera mencari rumah makan itu! batinku.  Saat sedang melihat semua rumah makan, aku menemukan rumah makan yang dimaksud.  Tapi, dari kejauhan aku melihat sebuah tantangan baru, Keisya sedang berlari menuju rumah makan itu.  Kelihatannya, Keisya juga melihatku.

            “Ah, tidak!!! Aku harus cepat!!!”ucapku.  Aku segera berlari secepat yang aku bisa.  Namun, Keisya sudah lebih dulu sampai dan menyebutkan kata sandi nya.  Sambil membawa sebuah kotak, ia segera berlari pergi.  Tak lama kemudian, aku sampai di rumah makan itu.

            “Permisi! Aku ingin mengambil benda spesial di Kota Bandung.  Passwordnya NATA,”ucapku kepada seorang ibu-ibu yang berjaga di kasir, namanya Bu Lili.  Bu Lili segera mengambil sebuah kotak yang cukup besar, sebesar kotak yang dibawa Keisya. 

            “Ini, terimalah dan jaga baik-baik, Nak! Oh iya, kotak ini belum bisa dibuka jika kalian belum menemukan kuncinya, begitu pun dengan 6 benda lainnya, semoga berhasil!”kata Bu Lili

            “Ooh… terima kasih, Bu Lili!”ucapku sambil tersenyum.  Setelah itu, aku segera berjalan pulang ke rumah Kinan.

            Sesampainya di rumah Kinan, aku mencium bau gosong.  Aku melihat Alin sedang menangis di sofa.  Di sampingnya, Talita, Adhwa, dan Kinan sedang menenangkannya.

            “Ada apa?”tanyaku.

            “Mm… kamu tahu tidak? Makanan khas yang tadi kami buat adalah surabi, tapi entah kenapa, surabinya gosong! Sementara itu, kamu tahu sifat Alin kan?”bisik Talita.  Aku mengangguk.

            “Alin, jangan menangis! Kamu ingat peribahasa yang terakhir kali kita pelajari? Tak ada gading yang tak retak, artinya tidak ada orang yang sempurna.  Jadi, jangan bersedih! Karena kamu masih bisa mencoba di kota selanjutnya.  Disana, kamu akan buktikan kalau kamu pintar memasak! Mengerti?”ucapku.  Alin mengangguk.  Ia segera mengusap air matanya.

            “Maafkan aku! Lain kali, aku tidak akan mengecewakan kalian! Aku berjanji!”seru Alin.

            “Oh iya! Aku berhasil mendapatkan salah satu benda spesial, tapi kita belum bisa membukanya,”ucapku.

            “Mengapa?”

            “Karena, kita harus mencari kuncinya terlebih dahulu, begitu juga dengan 6 kotak lainnya,”jawabku.

            “Ooh….”

            “Mm… bagaimana kalau kita menonton video vlogku? Pasti seru!”ajak Adhwa.

            “Oke!”

            Keesokan harinya, kami segera bersiap-siap untuk segera melanjutkan perjalanan ke kota Cirebon, kota kedua.  Siangnya, kami berangkat ke terminal bus.  Karena ingin menghemat uang untuk membeli batik yang ada di Cirebon dan Pekalongan, kami membeli tiket bus ekonomi.  Sesaat setelah bus kami yang menuju Cirebon berangkat, aku mendapatkan pesan dari panitia.  Aku pun membacanya.

            Kami sudah menghitung poin kalian.  Dari 3 challenge, kalian hanya bisa menyelesaikan 2 challenge.  Tapi tak apa! Ini dia daftar poin kalian.

            Challenge 1: 4 poin.

            Challenge 2: 2 poin.

            Challenge 3: 0 poin.

            Total poin: 6 poin.

            Selamat berlibur di Kota Cirebon! Oh iya, di sana ada tugas kejutan yang sangat menyenangkan, selamat menikmati liburan!

            Panitia,

            Setelah membaca pesan itu, tiba-tiba ada pesan lain.  Ternyata itu dari Keisya dan Rubi.

            Dear Naflah, apakah NATA sudah berangkat ke Kota Cirebon? Siang ini, kami baru saja berangkat.  Aku harap, kita bisa sampai di saat yang sama! Semoga kita bisa bertemu lagi J

            -Keisya, Khondaq Squad-

            Lalu, aku segera membaca pesan dari Rubi.

            Hei, Naflah! Aku sangat kesal dengan apa yang kamu lakukan kemarin.  Aku tidak terima dengan kekalahanku.  Karena itu aku menantangmu untuk mendapatkan benda kedua.  Aku juga sudah menantang Keisya.  Mari kita berkompetisi dengan ‘adil’.

            -Rubi, Bintang Ceria-

            Saat aku membaca kedua pesan itu, aku semakin bertekad untuk memenangkan kompetisi ini.  Aku pasti bisa! Ucapku dalam hati.

marathon 17 -Faqih

Tianzi Mountains

30 menit berlalu…

Kapten Zerofo menelepon Radu lewat jam mereka untuk harus bersiap besok.

Setelah itu mereka pun masuk kamar mereka masing –masing

Besok mereka harus bersiap-siap

Ketika paginya…

“Radu, bawa semua barang!”

“Fatih cek semua barang–barang agar tidak ada yang tertinggal!” Kapten Zerofo mengingatkan, Fatih mengangguk.

“Kita mau ke mana Kapten?” Ghazi nyeletuk dari belakang

“Kita harus pergi ke Tianzi,” Kapten Zerofo menjawab.

“Karena apa?” Hatun bertanya

“Karna Loukas Nevada mau menyerang Tianzi sedangkan Wazir hanya sendiri sebab itu kita harus pergi ke sana,” kata Kapten Zerofo.

Sesampainya di sana ….

“Seramnya,” kata Ghazi dengan nada ketakutan

“Macam mana kita nak jalan?” tanya Radu bingung.

“Loncat dari satu gunung ke gunung yang lain macam ni,” Kapten Zerofo dengan mudahnya meloncat-loncati gunung.

“Eh? Tunggu Kapten!” Ghazi langsung loncat sambil menggigit jari. Semuanya meniru walau tertatih.

Marathon 04 – Angga

Bab 4 – Mempelajari Kebudayaan Jakarta

Pagi ini keluarga Fahmi akan jalan jalan keliling kota Jakarta. Minggu lalu Fahmi merajuk karena lama sekali untuk keliling keliling kota ini

“Kata Umi kemarin besok, kok sekarang tidak jalan jalan?” Gerutu Fahmi. Itu kemarin, sekarang wajahnya suda ceria kembali.

“Abi, kita mau kemana dulu nih?” Tanya Fahima.

“Kita ke… Perpustakaan!” Jawab Abi.

“Lho kok ke perpustakaan ?” Tanya Fahmi protes.

“Katanya mau jalan jalan” Sambung Fahima.

“Haha, jadi sebenarnya kalian akan bermain game buatan Umi dan Abi. Kalian harus membaca buku yang membahas tentang kota Jakarta ini di perpustakaan, nanti yag menang dapat hadiah.” Abi menjelaskan Panjang kali lebar, eh maksudnya panjang lebar, hehe…

“Oo…” Fahmi dan Fahima manggut manggut –Pura pura mengerti, padahal nggak—

“Ayo kita masuk!” Ajak Umi

“Lho kok, sudah sampai?” Fahima terheran heran –Cepat sekali— batinnya

“Ayo masuk, aku sudah nggak sabar nih, mau mencoba game ini” Kata Fahmi kegirangan

Saat masuk ke perpustakaan, Fahmi dan Fahima cepat cepat mencari buku yang ada hubungannya dengan kota Jakarta ini.

***

“Aku sudah hafal banyak hal tentang kota Jakarta ini, pasti aku akan menang!” kata Fahmi

“Aku juga sudah hafal !” Teriak Fahima tak mau kalah

“Sudah sudah, jangan bertengkar” Kata Umi melerai pertarungan silat lidah kedua anak itu

Halo, assalamualikum semuanya

Ini tugas Marathon Angga yang ke 4… tapi ceritanya belum selesai hehehe

Sekian dari saya, wassalamualaikum

Sprint 17 – Umar

Bagian 1 : Zaman Baru

“Kenapa besok semuanya libur?” tanyaku, “Oi, kau gak mau libur?” canda Zuma “Maksudku, kenapa hanya sebulan sekali semua orang mendapat libur di hari yang sama?” tanyaku lagi “Kau bukan orang asli” jawab Zuma datar, “Apa?” aku terkejut dengan gaya bicaranya “Lupakan, aku mau pulang”.

Apa tadi?, itu bukan cara bicara Zuma yang selalu bercanda, tadi terdengar datar sekali seakan-akan ia orang yang tidak ku kenal.

Kota tempat aku bekerja memang jauh sekali dari tempat asalku, tapi ini tempat yang aku dambakan, masih asri alamnya dan lagipula banyak hal yang bisa kupelajari di sini. Tidak ada yang mengenalku disini, karena itu aku merasa nyaman.

Kalimat Zuma masih terdengar di otakku “Kau bukan orang asli..”, maksudnya apa sih?. Tidak ada hal yang aneh di kota ini, lagipula kota ini kecil dan tidak terlalu padat orang-orangnya,. Eh! aku teringat sesuatu, Boz Bezar pernah berkata “Perpustakaan ini memiliki banyak kehebatan Jack, salah satunya adalah benda bulat di Main Hall, kau tahu apa benda itu..?”. Tentu saja tidak, tapi setelah kuperhatikan lagi benda itu selalu menunjukan langit kota ini dan Boz Bezar selalu melihatnya paling tidak 2 kali sehari.

“Sudah saatnya..” kalimat itu selalu terdengar pada hari aku libur, mungkin itu hal aneh kedua yang ada di kota ini. Deng! Deng! Deng! jam besar dari alun-alun terdengar sampai tempat tinggalku, aku memutuskan untuk pergi ke alun-alun dan pergi mencari tahu.

Nantikan kelanjutannya..

Marathon 17-Fatya

Episode 17

Battle Still Begin

Blaar!

Fatya melentingkan badannya ke belakang, meloncat menghindari tembakan laser yang dilesakkan oleh Kuro. Sembari melentingkan badan, tangannya memegang revolver yang siap ditarik pelatuknya.

“Rasakan pembalasan ini!!!” Fatya menembak Kuro, lalu dia berlari kabur dari Kuro.

Saat ini, Fatya dihadang oleh Kuro. Satria dan Aliv masih sibuk mencari Namira yang terus bersembunyi, tidak keluar-keluar. Entah apa yang dilakukannya dalam persembunyian.

“Kakak di mana nih?” Aliv terus bertanya sambil menyibak semak-semak, lalu mengintip-ngintip, tapi yang diincar tak kunjung ditemukan. Namira sambil menggigit jari menoleh ke belakang, Aliv hampir menjangkaui tempat persembunyiannya.

“RASAKAN ALIV!!!” tanpa ragu, gadis berjaket abu-abu itu meloncat dari persembunyiannya, lalu menembak Aliv tanpa segan.

“Aliv, elak!” Satria memperingatinya. Aliv segera berkelit, lalu tiba-tiba …

“A-apa ini?” Namira berucap cemas, kakinya terjepit tanpa sadar. Satria dan Aliv terkekeh-kekeh bersama, mendekatinya dengan nada meremehkan.

“Kalau kakak tak pandai mengumpet buat apa mengajak main petak umpet,” ejek Aliv, tertawa-tawa. “Main petak umpet saja kakak tak becus, apalagi diajak bertarung. Tapi berlagak betul mau kalahkan orang.”

“Ihihihi, sombong,” ucap Satria pula, tertawa sendiri.

Namira berseru-seru memanggil Fatya lewat walky talky-nya sambil meronta-ronta. Tangan dan kakinya meronta berusaha keluar dari alat penjerat yang menjerat kakinya tersebut. Satria dengan ceria berjalan mendekatinya, bersiap-siap menyerangnya.

PAK! DUGH!

“Eh?”

***

“Oi? Dia meninju dada Satria?” Pilot Salim melepas kacamata hitamnya, memelototi layar, memastikan pandangannya. Dilihatnya Namira yang meronta malah meninju dada Satria sampai pemuda itu terjatuh.

“Hebatnya Namira …” kagum Keni dengan mata berbinar.

“Heleh, itu kebetulan,” ucap Cantika santai sambil mengunyah popcorn yang dipegang oleh Nada. “Kan saat itu dia meronta-ronta. Maklum saja dia meninju dada Satria.”

“Dahulu, saat ditantang bertarung oleh Kuro saat UAS tempur dahulu, kamu malah ketakutan. Sekarang kamu meremehkan orang lain yang mau menerima tantangan?” Amanda melotot pada Cantika.

Cantika nyengir, menyibak poninya di dahi, tak melanjutkan perdebatan.

***

“Kak Namira! Apa yang kamu buat sama Satria, hah?”

Aliv melotot marah, didekatinya Satria yang mengeluh kesakitan sambil menangis perlahan. Namira yang dipelototi oleh Aliv hanya menelan ludah, lalu tangannya cekatan berusaha membuka penjerat yang memasung kakinya.

“Aku tak sengaja, lah!” ucap Namira, mundur beberapa langkah. Kakinya sudah bebas!

“Apanya yang tak sengaja? Aku lihat kau meninjunya dengan kuat!”

Namira menelan saliva, menatap gentar Angga, Radit, Aqil dan Faris yang muncul di dekat mereka. Mengepalkan tangan dengan peluh dingin. Revolver yang ditodongkan oleh Radit ditatapnya dengan gentar.

“Iya! Bukan hanya kuat, kau juga membuatnya menangis!” kata Radit menimpali kalimat Angga.

Namira semakin menelan ludah, dia berharap Fatya segera muncul membantunya.

“Dah! Aku dah ikat tangan dia dari belakang!!” ucap Aliv, menunjukkan tangannya yang mengikat tangan Namira dengan tali penjerat.

“Apa yang kau buat, Aliv??” Namira menoleh ke belakang, semakin cemas.

“SERANG DIA SEKARANG!!” ucap Angga mengomando teman-temannya.

Namira menjerit sebentar, lalu diinjaknya kaki Aliv. Aliv menjerit kesakitan, tangannya yang berusaha menguatkan ikatan tali penjerat terlepas, membuat tangan Namira bebas. Aliv terjatuh ke belakang.

Namira segera menyerang empat pemuda itu. Pertama kali dia menyerang Angga dengan tendangan sabit. Tendangan sabit adalah salah satu jurus dalam seni beladiri pencak silat. Tendangan ini digambarkan dengan tendangan menyamping untuk melumpuhkan lawan. Lebih tepatnya … Menjatuhkan lawan.

Setelah itu, Namira menyerang Aqil dengan tendangan ‘T’. Tendangan ‘T’ adalah salah satu jurus pada karate. Dia pernah melihat Taqiyya dan Aila bertarung, lalu Taqiyya menggunakan tendangan T. Karena itulah dia memutuskan untuk menirunya, berlatih sendiri di rumah_-

Namira berbalik, dia menyerang Faris dengan jurus tepak tiga. Jurus ini dimiliki pencak silat. Maksudnya mengepalkan tinju sambil memukul lawan.

Setelah tiga pemuda itu lumpuh, Namira menyerang Radit dengan …

PLAAAKKK!!!

***

“Hei? Radit cuma ditampar?” Kapten Kairo menajamkan penglihatannya sekali lagi. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia kira Namira akan mengeluarkan jurus-jurus yang baru.

“Serangan yang meragukan …” ucap Taqiyya sambil bertopang dagu, meniru kelakuan Profesor Andri.

“Hadaih … Adikku hanya kena tampar. Kukira diserang dengan jurus baru,” kata Keni sambil ikutan mengunyah popcorn. Pertarungan ini membosankan.

***

“K-Kau tampar pipiku?” ucap Radit, mengelus pelan pipinya. Ya, tak perlu dilihat dengan cermin, Radit sudah tahu kalau pipinya pasti sedang merah. Bagaimana tidak? Namira saja menamparnya dengan sekuat tenaga.

“M-maaf aku ta-tak sengaja!” ucap Namira gugup.

“Tak ada maaf untukmu!” ucap Angga sambil berdiri, tangannya menggenggam erat revolver-nya. Dia siap menarik pelatuk revolver itu.

“Ka-Kalian tidak akan a-apa-apakan saya, kan?” ucap Namira gugup, dia merapat karena telah dikepung oleh Angga, Aqil, Radit, Faris, dan Aliv. Satria? Ya, dia masih kesakitan.

“Kami takkan menganggumu! Tapi kami tak menyetujuimu mengambil pin itu!” ucap Aqil tegas. Ah, benar. Pinnya! Bagaimana bisa dia lupa?

Namira menggigit jarinya. Hmm, begitu memalukan. Sudah hampir lewat dua puluh menit dan dia hanya berurusan dengan enam laki-laki ini. Pin di atas menara baja tersebut telah menunggunya. Kapan dia bisa mengambilnya?

Namira menelan ludah, dilihatnya enam pemuda itu menatapnya tajam. Dia merasa seakan ada enam raksasa yang siap menelannya.

“SERANG!!!” komando Angga, dan empat kawannya pun bergerak menuju Namira.

Namira sigap bergerak, mengambil revolver di pinggang. Lalu berguling di tanah, menghindar tembakan. Profesor Sari yang menonton aksinya menutup mata karena muridnya itu diserang secara membabi buta.

Namira tersenyum. Diingatnya lagi semua gerakan-gerakan hebatnya saat bertarung pada masa lalu. Dia bergerak yakin sekarang. Berguling lagi di tanah, lalu  berlari menghindar. Tapi, saking nekadnya menembus hujan tembakan laser, tanpa sadar kakinya terkena tembakan itu.

Namira mengeluh pelan, kakinya terasa sakit! Gawat. Semuanya bisa kacau-balau sekarang. Bagaimana dengan pin itu? Dan … di mana Fatya? Rekannya?

Fatya masih sibuk bertarung dengan Kuro di atas menara baja.

Saat mereka berdua berpencar kabur, Fatya bersembunyi di balik semak-semak di dekat menara baja. Dengan napas tertahan dan langkah yang mengendap-ngendap, dia segera mendekati tangga menara. Dan, saat itulah Kuro menyerangnya tiba-tiba.

Dan pertarungan kedua lagenda mata pelajaran tempur itu belum terlihat ujungnya_-

Entah kapan ujian ini selesai. Namira mendengus semakin sebal, kapan berlayarnya?

***

“Oh, tak bisa bangkit lagi? kasihan …” ucap Faris dengan nada meremehkan. Didekatinya Namira yang terduduk di tanah sambil berusaha menggerakkan kakinya.

Namira menatapnya dengan tatapan kosong, tanpa ekspresi.

“Sini Kak, biar Aliv bantu,” ucap Aliv. “Asalkan kakak tak ambil pin itu, Aliv senantiasa bantu kakak.”

Sontak Namira serta lima anak lainnya menatapnya melek. Satria sambil mengurut dadanya hanya mendengus sebal. Hufft, Aliv, Aliv! Ada-ada saja.

“Oke, terima kasih,” ucap Namira dengan senyum licik.

Aliv mendekatinya, menjulurkan tangan. Namira langsung bangkit dan tanpa kode dia langsung menembak mereka semua habis-habisan.

“TEMBAKAN LASER!! HIYAAAAAAHHH!!!”

***

“Pandai berakting murid kau tu ya,” ucap Profesor Andri sambil menggeleng-geleng. Profesor Sari dan Kapten Kairo nyengir bersama. Mana mereka tahu kalau Namira pandai berakting?

“Katanya tadi kesakitan, sekarang serangannya minta ampun. Serangan macam apa ini?” ucap Qalesya sambil memeluk Bearbot.

***

“TEMBAKAN SUPER LASER!!! TSSIIIIAAAAAAHHHH!!!!”

Namira mengakhiri serangannya dengan tembakan laser super. Tembakan laser yang ukuran dan daya penghancurnya sangat besar dan kuat. Sontak enam anak itu mengelak, dan laser itu mengenai menara batu di belakang mereka.

***

“TERUS NAMIRA!!! FATYA!!!” Bearbot berseru-seru menyemangati. Jaihan meniru, Cantika mengikuti. Semuanya bersorak-sorak. Menyisakan anak laki-laki yang terdiam mematung saat teman-teman mereka kalah.

“Hish, KALIAN BISA DIAM TAK??” bentak Barra emosional. Dia agak gregetan karena sorakan teman-teman perempuannya dan seruan Bearbot yang terkesan fanatik.

***

“Mengalah saja, Kuro,” ucap Fatya santai, dia bergerak mendekati pin yang terletak di meja tabung di atas menara tersebut.

Kuro menggigit bibirnya, kesal. Sudah berapa kali dia dikalahkan oleh Fatya? Ini memalukan. Adik dari seorang guru tempur handal tapi tak becus bertarung?

“Kalau aku memang kalah, aku takkan biarkan kau menang!” ucap Kuro, dengan ganasnya dia menyabet pedang lasernya sambil berlari kencang mendekati Fatya.

Hup! Gadis itu mengelak. Hup! Sekali lagi. Fatya tersenyum sambil bersiap mencabut revolver dari pinggang. Tangan kanannya pun bersiap menyambar pin yang terletak di meja tabung. Mengalah saja, kejayaan kami semakin dekat, Kuro …

Tebasan pedang Kuro melayang, lalu Fatya menahannya dengan pedangnya pula. Dengan tangan kirinya dia menarik pelatuk revolver-nya. Tanpa segan ditembakinya lawannya itu.

Kuro? Pemuda itu terpental ke belakang. Dengan separuh tenaga dia kembali bangkit, memegang revolver-nya pula.

Fatya mendekati meja tersebut, mengambil pin. Senyumnya terkulum lebar saat menyaksikan bahwa pin tersebut ada dua! Dalam hati dia berpikir bahwa pin ini pasti akan diberikan pada mereka.

“Jangan sentuh pin itu!!” Kuro menarik pelatuknya, menembaki Fatya yang tersenyum puas sambil mengambil pin tersebut.

“Semuanya terlambat, Kuro. Selamat tinggal,” Fatya melentingkan badan, menjatuhkan diri dari atas markas. Membuat semua penonton terpana lagi. Jaihan menjerit ketakutan, semuanya menutup mata karena tekad Fatya meloncat dari atas markas.

Dari atas, Kuro menatapnya dengan mulut ternganga dan mata terpana. Dipandanginya siluet tubuh gadis yang makin lama semakin menghilang.

Ternyata dia tidak selincah dan setangkas dulu … Dia telah berubah!

***

“DIA BERHASIL!!!!” Profesor Sari dan Amanda berseru kompak, bersamaan, diiirngi sorak-sorai yang riuh dari teman perempuan yang lain.

“Foyooo … kerennya!!” Cantika menganga, memastikan lagi.

Kapten Kairo tersenyum sendiri saat kamera drone CCTV menampilkan gambar Kuro yang bersandar di dinding menara sambil meraup wajah, kelelahan.

“Dia …” Profesor Andri menatap layar serius. “Dia telah menjatuhkan martabat seorang lelaki …”

***

“NAMIRA!!!! AKU DAH DAPAT PINNYA!!!”

Fatya berteriak kencang-kencang sambil mendekati Namira yang baru saja melepaskan tembakan super laser ke arah enam pemuda itu.

“Masyaallah, yang benar saja?” Namira menatapnya dengan mata berbinar-binar.

Fatya mengangguk, ditunjuknya kepalan tangannya yang menggenggam dua pin tersebut. Namira semakin terpana, ditatapnya Fatya, “Kamu mengambilnya sendiri? Apa tidak ada yang menghalangimu?”

“Si Kuro yang menghalangiku dan aku berhasil mengalahkannya,” ucap Fatya, tersenyum lagi. “Mari kita kembali.”

Namira tersenyum mengangguk. Keduanya bertatapan. Tangan kanan mereka saling mengenggam lalu mata mereka bertatap begitu dekat. Dari sana terlihat letupan saling menyemangati diiringi tepuk tangan penonton.

Tujuh pemuda itu?

Enam pemuda itu ternganga saat menyaksikan Fatya dan Namira saling berpelukan, lalu berlari menuju pintu markas. Kuro? Dia tidak lagi memedulikan dua gadis tersebut, tapi memikirkan betapa lemahnya dia dengan seorang cewek.

Apakah ini pembalasannya karena aku meremehkannya tadi?

Kuro berpikir perlahan, diremasnya rambut lurusnya. Sudahlah, memikirkan gadis tersebut sama saja membuat stress.

***

“TAHNIAH FATYA!!! NAMIRA!!!”

Teriakan tersebut terdengar membahana. Menyambut langkah Fatya dan Namira yang memasuki markas. Keduanya tersenyum senang, bersitatap.

“Kalian hebat sekali,” ucap Profesor Sari, tersenyum bangga.

“Serangan kalian kali ini lebih begitu epic dan memukau,” tambah Kapten Kairo dengan senyum puas. Telapak tangannya menerima dua pin yang diserahkan oleh Fatya dan Namira. Lalu, dipasangkannya pin tersebut di jilbab Fatya dan Namira, membuat sorakan terdengar lebih riuh.

“Serangan kalian begitu cepat tapi memukau, begitu sebentar tapi menyakitkan. Itu hebat,” ucap Profesor Andri, membuat Fatya dan Namira tersenyum tersipu bersamaan.

“Nah, selain mendapat pin sebagai hadiah—“ ucapan Pilot Salim langsung disahut rusuh oleh semua anak, tak terkecuali Fatya dan Namira.

“Pilot Salim sudah janji, kan? Mengajak ke sungai Nil??” ucap Fatya.

“Iya! Kapten Kairo juga sudah janji!! Ayolah!!” Namira berseru semangat.

Sontak ketiga guru mereka menatap mereka melek. Ternyata, walau mereka berdua memiliki kemampuan seperti itu,

Mereka tetaplah anak kecil.

“Iya, oke …” Kapten Kairo mengangguk sepintas.

“Kali ini kalian tak hanya ke sungai Nil, tapi ke seluruh Mesir!” ucap Profesor Andri, tersenyum sumringah. “Sebagai hadiah karena kalian lulus sebagai anak yang memiliki daya tahan!”

Ya, hanya karena dua gadis itu, semua anak jadi jalan-jalan_-

Pilot Salim memakai kacamata hitamnya lagi, “Ayoo … Silakan naik ke Stella Nova—“

Tanpa disuruh, semua anak langsung menghilang dari ruangan. Semuanya berebutan menaiki tangga Stella Nova, yang membuat tiga guru tersebut menggeleng-gelengkan kepala. Pilot Salim hanya terkekeh perlahan, dia juga senang seperti anak-anak tersebut dan juga puas seperti tiga guru tersebut .

Sprint 17- Aila.

A RELAXING NIGHT.

 

CHAPTER 3 20190804_094922

 

 

Desperately, I went out of the bus, feeling relieved that we’re finally going out. I need fresh air, anyway. I gazed in amazement at the outside of the hotel. It looked wonderful! It had a bold, bronze outer wall and the door was one of the ones that are made of glass that can spin when you get in/out. Dad was still chatting with the driver. I liked this driver, because he wasn’t a horrible one. Oh yeah! When we were riding on the Hotel Hoppa, the driver’s ticket box that was full of tickets tipped over and the tickets went everywhere. Both me and the other family laughed.

 

Eventually, Dad’s finished his conversation, and we were able to get in. I was super excited to see what it was like inside! Inside, it was as glorious as it was outside. The room smelled like lovely perfume, and the ground was sparkly gold, and what’s more, the hotel was extremely orderly and clean. Which would be a hotel anyone would want to stay in. We headed for the receptionist. Dad was talking about when we booked the hotel… blah, blah, blah. Suddenly, when Dad came to tell the receptionist how long we’re staying here for, the receptionist giggled and said,

 

“You’re staying here for nineteen days.”

 

Mum and Dad stared at each other, surprised. I started staring at them, too. I’m pretty sure we booked to stay for only three days, I thought.

 

“You’re joking,” Dad raised his eyebrow.

 

“No I’m not. Look here,” the receptionist showed Dad about the booking.

 

“Ah, but we only booked for three days, though,” Dad reassured, “We weren’t the ones booking for our hotel. It was the Legoland staff member.”

 

If a staff member from Legoland books your hotel for you, it’ll be much more cheaper, because you are attending Legoland. Whereas, if you stayed in the hotels at Legoland, it’ll be expensive. Somehow- I think the receptionist’s magic! I thought- she dialled our Legoland staff member to check if we did say to him we only booked the hotel for three days.

 

“Yeah… OK,” the receptionist said to the phone, “Yeah, the staff member made a mistake. It was supposed to be for three days.”

 

I knew it! I thought.

 

“Imagine if we could stay here for nineteen days!” I beamed, “It would be ace!”

 

Mum looked at me and smiled.

 

“You sure you wanna stay here for that long?” Mum asked, “You would miss the starts of school time.”

 

 

Eventually, Dad got the card for getting in our hotel room. I didn’t walk and wait beside the lift; I sprinted and waited beside the lift.  Even inside the lift was decent! The floor of the lift was a bold gold, there was a red and gold wallpaper and a huge mirror. It does sound too much, but if you’d seen the lift, it won’t look too decorative. I would say it looked fancy. Finally, we reached the floor for our hotel room.

 

“Where is our room?” I questioned.

 

“Just go straight and wait for us at the double doors,” Dad pleased. Again, me and Eiffel had a race of who can get to the double doors the fastest. I was the one who won the race! But that’s because Eiffel went back to Mum and Dad like a boomerang.

 

“I win!” Eiffel raised his arms.

 

“No you didn’t, I did!” I pointed to myself. It is fine, it’s just a game, really. I didn’t really have to be so grave. Dad lead us the way to go to our hotel room. Swiftly, Dad swiped our card to enter our room.

 

“Here you go,” Dad offered. I gasped at how pleasing this room looked! It was an OK size, too.

 

“Wow, look!” I exclaimed, pointing everywhere. Straight away I lay on one of the white, comfy beds, feeling extremely relaxed.

 

“I love hotels,” I sighed longingly.

 

“Me too,” Mum sighed as well. The first thing that me and my family did when we’ve had a tour around the room, was savouring dinner. I was pretty hungry, too, because it took, like an hour to get from Heathrow to here since Heathrow’s a spacious place. For dinner we had beef, rice and spice. It was so yummy. When I finished, I started to change my clothes to my shorts and my navy Bali t-shirt. Me and my family watched a bit of TV, then, I read the Quran. Afterwards, we brushed our teeth and got ready to sleep.