-Bab 3-
“AFNAN! Ayo banguunn!” teriakku sembari menggedor-gedor pintu kamarnya.
Tetap saja tidak ada respon dari dalam. Aku kembali meneriakinya.
Pagi ini, aku sudah siap dengan baju khusus petualanganku. Namun ada satu masalah, Afnan belum keluar dari kamar hingga pukul tujuh pagi. Sedangkan, pendaftaran sayembara detektif ditutup pukul delapan pagi. Belum lagi perjalanan dari rumah menuju museum. Aku kembali menggedor pintu kamar Afnan.
“Aduh, iya! Ini aku sudah siap! Kamu sih gak sabaran. Tadi aku masih siapkan barang-barang yang dibutuhkan. Kamu aja, yang kalo kemana-mana cuma bawa HP sama buku kecil. Nih aku, bawa buku, alat tulis, baju ganti, HP, laptop—” Afnan memperlihatkan isi tasnya.
Aku tertawa. “Salah sendiri kamu bawa segitu banyaknya, ngapain juga bawa baju ganti,” ejekku.
“Biarin, siapa tahu nanti bajuku basah, kan sudah ada cadangan,” ucapnya dengan menjulurkan lidah, balas mengejekku.
“Sudahlah, ayo turun. Kalau telat, kamu yang aku salahkan pokoknya,” ucapku balik. Dibalas oleh juluran lidah Afnan. Aku tertawa kecil.
Si Abu dan si Kuning selalu mengikuti kami. Dua kucing itu memang sangat manja, mungkin karena tidak mendapat kasih sayang ibunya. Aku tertawa karena pikiranku sendiri.
“Pagi, Afsa, Afnan…. Sudah siap semua? Ayo kita sarapan di jalan saja, nanti malah telat, siapa lagi nanti yang di salahkan kalau kalian gagal ikut seleksi sayembara itu.” Ayah tertawa. Begitu juga denganku dan Afnan. Aku kembali menggendong si Abu. Mengelus-elus lehernya, terlihat manja.
“Ini sarapan kalian, jangan lupa dimakan dijalan. Semoga berhasil, ya!” Bunda menyemangati kami. Aku tertawa kecil. Mengintip kotak makan, roti lapis, makanan kesukaan kami.
Perjalanan menuju museum tersebut memakan waktu tiga puluh menit. Roti lapis kami dengan cepat telah habis. Semoga saja kami berhasil seleksi sayembara tersebut. Aku hanya bisa berdoa saja.
***
Saat kami sampai, pendaftaran sudah hampir ditutup, beruntung kami lari saat turun dari mobil. Dan ternyata setelah mendaftar, kami langsung masuk ke ruangan seleksi. Kukira tidak sekarang seleksinya, untungnya Afnan membawa barang² penting lainnya.
Acara sudah hampir dimulai. Kami segera merapat ke barisan depan, demi mendengar penjelasan yang lebih jelas. Terlihat Ayah menyemangati dari luar ruangan kaca ini. Aku tersenyum, menyikut Afnan untuk membalas Ayah.
“Hadirin yang saya hormati, marilah kita mulai acara ini. Terima kasih kepada anda semua telah mendaftar untuk mengikuti sayembara ini. Terima kasih, semua!” Pembawa acara memulai acara dari panggung besar di depan.
“Sebelumnya akan saya jelaskan ketentuan mengikuti seleksi ini.” Pembawa acara tersebut mengeluarkan kertas dari saku bajunya. “Baiklah, pertama, semua peserta nantinya akan dibimbing terlebih dahulu oleh detektif paling profesional di kota kita. Yaitu Mr. Aldi dan Ms Hana. Nanti, mereka akan memberitahu bagaimana caranya kalian akan menemukan petunjuk tersebut. Dua orang detektif ini sudah mengetahui petunjuk sebenarnya, kalian hanya diminta memecahkan petunjuk yang diberikan oleh mereka.”
Kami saling tatap. Bersyukur kami hanya diminta memecahkan petunjuk dari Mr. Aldi dan Ms. Hana, kalau kita diminta memecahkan petunjuk sebenarnya, bisa pingsan kita sebelum seleksi dimulai.
Terlihat Mr. Aldi dan Ms. Hana duduk di kursi VIP depan kami. Mataku berbinar, tidak terbayang bisa bertemu dengan mereka berdua.
“Kedua, jika sudah bisa menemukan petunjuk tersebut, kalian hanya tinggal menunggu saja. Penilaian dinilai dari sisi kecepatan pengumpulan, dan jawaban yang diberikan.” Pembawa acara melanjutkan, “Sudah, hanya itu saja peraturan sayembara ini. Terima kasih, sekarang semua peserta diharapkan pindah ruangan menuju ke ruangan sebelah kiri saya. Mengikuti Mr. Aldi dan Ms. Hana. Silahkan mister, miss.”
Aku menatap Afnan. Hanya itu saja? Afnan mengangkat bahu. Ia juga heran, hanya itu saja peraturannya? Mudah sekali. Kami tertawa kecil. Segera mengikuti Mr. Aldi dan Ms. Hana yang sudah berjalan sejak tadi. Menatap sekilas Ayah yang tersenyum dibalik kaca ruangan ini. Aku balas tersenyum dan melambaikan tangan.
“Ya, sudah pada kumpul semua?” teriak Mr. Aldi, kami semua mengangguk. “Baiklah, kita mulai bimbingan pada pagi hari ini, pertama, jika kalian suka dengan detektif—“ Aku sudah terbawa arus pembicaraan. Sesekali mengacungkan tangan, bertanya. Lalu saling tatap dengan Afnan, menemukan hal baru tentang fakta detektif.
Peserta yang ikut tidak terlalu banyak, mungkin hanya sepuluh atau lima belas orang, tidak sebanyak yang kubayangkan.
Lima belas menit kemudian, kami sudah selesai di briefing oleh Mr. Aldi. Waktunya mengerjakan tantangan! Entahlah, aku tak bisa membayangkan bagaimana tantangan yang akan diberikan, aku hanya mempunyai harapan yang besar, yaitu berhasil menyelesaikan tantangan bersama Afnan dan berhasil melewati seleksi ini. Ya, itu saja.
“Baik, sebelum mengerjakan tantangan yang telah kita berikan. Silahkan membentuk kelompok terlebih dahulu! Satu kelompok terdiri dari dua orang! Ya, masing-masing kelompok dua orang! Dan salah satu orang silahkan mengambil petunjuk di saya.” Ms. Hana berteriak dari depan kami. Aku menyikut Afnan, beruntung kami hanya dua orang. Kami tertawa tipis. Aku menyuruhnya untuk maju dan mengambil kertas kusam tersebut.
“Baiklah, tantangan dimulai dari….” Ms. Hana menoleh pada Mr. Aldi, memberi aba-aba untuk berteriak bersama.
“SEKARANG!” Kami segera berlari menuju keluar ruangan. Itu adalah salah satu petunjuk yang diberikan.
Keluar dari ruangan ini.
Temukan sesuatu yang ganjil di atas rerumputan.
Tengok atas kalian, carilah keganjilan diatas tersebut.
Tentukan pencuri tersebut kabur ke arah mana.
Disitulah tantangan akan selesai.
Aku membaca kembali petunjuk yang dituliskan di atas kertas kusam tersebut. Menoleh ke Afnan. Apa ini? Kita harus kemana? Gedung museum ini sangat luas. Begitu juga dengan halaman rumputnya. Bagaimana kita akan mencari keganjilan di atas rumput dengan halaman rumput seluas ini? Apakah kita harus meneliti semua rumput yang ada?
“Kita menuju kemana, Afnan?” Aku menyikutnya. Sejak tadi ia sibuk melihat-lihat saja.
“Ke arah timur, aku yakin kita harus menuju ke timur. Tadi aku melihat Mr. Aldi selalu melirik ke arah timur. Mungkin itu juga salah satu petunjuknya. Ayo, cepat! Nanti keburu ada kelompok lain yang sudah ada disitu,” ucap Afnan, ia menarikku menuju pintu di samping kiri kita.
Aku terdiam, bagaimana bisa dia mengamati se-detail itu? Aku saja tidak sadar Mr. Aldi melirik ke arah timur—terlebih tidak peduli.
Benar saja, saat kami meneliti satu persatu rumput di halaman rumput seluas ini, aku melihat ada sepetak rumpuk yang terlihat sehabis di tindih suatu barang yang berat. Terlihat lebih terbenam dibanding yang lain. Aku memanggil Afnan. Ia mengangguk. Memang benar ini petunjuk pertamanya.
Kami mendongak. Dan benar! Lihatlah, diatas kami, terdapat jendela yang terbuka lebar. Gorden didalamnya terlihat berkibar-kibar keluar jendela, terkena angin.
“Berarti, kita hanya tinggal mencari kemana pencuri itu pergi. Tapi, justru itu bagian yang paling sulit. Semoga saja belum ada peserta lain yang mengumpulkan,” desah Afnan. Ia terlihat berpikir. Aku pun juga begitu.
“Sebentar, jika mereka menuju ke arah barat, tidak mungkin, karena mereka akan masuk kembali kedalam gedung tersebut. Pasti akan ketahuan. Kalau mereka ke arah selatan—“ Afnan terdiam, ia terlihat berpikir lebih dalam lagi.
“Juga tidak mungkin, disana ada gerbang yang dijaga oleh satpam, mereka juga pasti akan ketahuan.” Aku melanjutkan setelah satu menit semua bungkam.
“Iya, kamu benar. Berarti jika semua arah tidak, sisa arah utara. Ayo kita kesana untuk mengecek. Siapa tahu ada petunjuk lain yang membenarkan arah ini.” Afnan berlari menuju ke arah pagar berwarna hitam. Di seberang pagar ini terdapat seperti hutan kecil, namun rimbun dengan semak belukar. Terlihat sedikit seram.
“AFSA! Lihat sini!” teriakan Afnan membuatku kaget. Sejak tadi aku terdiam memikirkan bagaimana caranya pencuri itu kabur, sedangkan di seberang pagar ini terdapat hutan semak belukar.
“Lihat ini! Disini ada bolongan kecil. Terus juga ada rumput yang sedikit terbenam dibanding yang lain!” Wajah Afnan terlihat berseri. Ia seperti sudah menemukan jawaban diatas jawaban lain.
Aku ikut menengok ke bawah. Benar saja! Ada sedikit rumput yang terbenam seperti bekas terinjak. Juga ada ranting yang patah seperti sehabis diinjak. Ya, kita berhasil! Aku mendorong pundak Afnan. Dia tertawa lebar.
Aku pun segera menuliskan jawaban di bawah petunjuk tadi, dan berlari menuju pintu utama gedung megah ini. Menuju tempat pengumpulan jawaban.
“Wah, wah…. Kalian sudah berhasil menemukan jawabannya? Aku tidak menyangka akan ada peserta semuda ini. Mungkin kalian berumur sekisar enam belas tahun. Selamat selamat! Silahkan tunggu dua jam lagi ketika kami yang mengumumkan pemenang sayembara ini dan akan ikut kami menjelajahi negri untuk menangkap perampok bayaran tersebut,” ucap Mr. Aldi saat kami datang didepan meja resepsionis. Terlihat sudah ada satu kertas tertancap di paku di sebelah kanan Mr. Aldi.
“Perampok itu perampok bayaran, Mister?” tanya Afnan.
“Haha—enggak, saya aja ngomongnya perampok bayaran,” jawab Mr. Aldi. Aku tertawa tipis. Begitu juga Afnan.
Kami menunggu pengumuman sembari duduk-duduk di cafe depan museum ini. Menunggu dua jam itu cukup membuatku bosan. Akhirnya, setelah menghabiskan secangkir teh panas, aku mengajak Afnan untuk mengelilingi museum saja. Daripada diam bingung melakukan apa, lebih baik aku mengelilingi museum.
Setelah dua jam mengelilingi museum, dan mendapatkan hal baru, kami memutuskan menunggu di ruangan awal kami datang. Terlihat beberapa peserta lain juga sudah masuk ke dalam ruangan.
“Hadirin yang saya hormati. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas ketersediannya mengikuti seyembara ini. Mari kita sambut Mr. Aldi untuk membacakan pemenang sayembara berikut ini. Silahkan, mister….” Kami kembali bertemu dengan pembawa acara tadi pagi. Kami saling tatap, hanya bisa memanjatkan doa.
“Baik, terima kasih, Wirda.” Mr. Aldi memegang alih mikrofon di tangannya. “Tidak usah panjang lebar ya…dan tidak usah pakai basa-basi. Baiklah, sebenarnya ada beberapa peserta yang sudah benar jawabannya. Namun, telat dibanding yang pertama mengumpulkan dan jawabannya juga sangat tepat.”
Kami saling tatap. Bagaimana jika peserta yang telat tersebut adalah kami? Aku menghapus pikiran buruk tersebut dari dalam otak. Aku harus selalu berpikir positif.
“Pemenang sayembara detektif ini, diraih oleeehhh—“ Mr. Aldi sengaja berhenti di tengah-tengah omongan. Membuat kami semakin penasaran. “Diraih oleh kelompok…. AFSANA DAN AFNAN!!” lanjut Mr. Aldi.
Aku terloncat dari tempat duduk. Afnan hampir tersedak saat sedang meminum air putih. Kami saling tatap. Kami pun lompat-lompat tak keruan.
“Nanti peserta yang menang silahkan menemui saya dan Ms. Hana sebelum pulang, ya….” Mr. Aldi tersenyum menatap kami. Kami mengangguk senang. Sekali lagi tertawa-tawa berdua.
***
“Nantinya kalian akan saya bantu proses memesan tiket pesawatnya. Jangan kuatir nanti disana kita naik transportasi apa, saya punya kejutan nanti di negara sana,” jelas Ms. Hana.
“Miss, kita membawa berapa baju? Dan bagaimana proses pembayarannya?” tanya Afnan mengacungkan tangan.
“Pertanyaan yang bagus, Afnan! Baik, jika pembayaran, sudah kita kirimkan pada Ayah Bunda kalian. Dan untuk baju, kalian bawa secukupnya saja, satu koper kecil saja sudah cukup. Nanti disana kita cuci di hotel.” Afnan mengangguk-angguk.
“Ada pertanyaan lagi?” tanya Ms. Hana. Kami serempak menggeleng.
“Baik! Besok kita akan berangkat pukul enam pagi. Persiapkan barang-barang yang dibutuhkan. Untuk tujuan pertama, besok akan saya beritahu. Untuk sementar ini, silahkan kalian siapkan saja barang-barang untuk satu hari. Diharapkan tidak membawa koper besar. Cukup dengan satu koper kecil dan satu tas ransel. Paham?” seru Mr. Aldi.
“Paham, Mister!” teriak kami bebarengan.
“Baiklah, kalian sudah boleh pulang, silahkan… sampai jumpa besok, guys!” Ms. Hana menutup pembicaraan malam ini. Kami segera menuju mobil Ayah yang sudah menunggu sejak tadi. Kami melambaikan tangan pada Mr. Aldi dan Ms. Hana.
Aku sudah tidak sabar melakukan perjalanan panjang esok. Gerimis mengguyur kota kami. Kaca mobil terlihat berembun.
“Aku tak menyangka kita akan melakukan perjalanan dengan sangat mendadak seperti ini,” tutur Afnan menoleh padaku.
Aku mengangguk. “Yeah, aku bahkan sungguh tak pernah menyangka,” jawabku.
Baiklah, perampok bayaran, kami datang! Tunggu saja kalian disana!