Marathon 03-Haikal

MENANGIS DI BIOSKOP

Suatu hari belti, jelo, jena, cika, jeni dan putih ingin pergi ke bioskop dan mereka pun berangkat. Sesampainya di bioskop mereka pun memilih film. Belti ingin film kartun upin ipin. “Tidak aku mau film yang sedih,” kata jelo. Bagaimana jena, jeni, cika dan putih? “kami terserah saja,” kata mereka. “Oke kita nonton upin ipin saja. “TIDAK! FILM YANG SEDIH SAJA,” kata jelo. “Oke biar adil suit,” kata jeni. Belti dan jelo pun suit. “Hore aku menang,” kata jelo. Mereka pun menonton film yang sedih dan tiba-tiba OAAAAAAAAAAAAAAAA Jelo menangis, semua orang pun kaget suara jelo begitu keras bahkan lebih keras dari suara film itu, 1 jam kemudian film pun habis. “hey film ini sangat sedih,” kata jelo. “hey kalian kenapa?” tanya jelo. Semua nya pada pingsan karena suara jelo. “Belti makan yuk?” kata jelo. Belti tidak menjawab karena dia pingsan ya sudah aku pergi saja du du du du du jelo pun pergi meninggalkan teman teman nya yang pingsan.

20191212_232916.jpg

Marathon 02-Haikal

PRESIDEN BELTI

Suatu hari belti mendengar bahwa sedang ada dicari siapa yang mau jadi presiden, dan belti pun mendaftar untuk menjadi presiden.
Ada 3 calon yang satu nama nya pak beno, satu lagi pak lino dan ketiga belti. Kenapa banyak yang mendaftar jadi presiden, yang menang akan dapat gaji sebesar 2 triliun. Tapi tiba-tiba uang 2 triliun itu hilang. Semua pun bingung banyak yang mencari tapi tidak diketemukan. Jadi yang menang hanya dapat gaji 50 juta pertahun, lalu pak beno membuat alasan, dia bilang aku sudah tua jadi aku mundur saja deh. Begitu pula dengan pak lino dia juga bilang aku sering sakit perut jadi aku mundur. Bagaimana dengan belti. Belti tidak mau membuat pendukung nya sedih jadi dia akan menjadi presiden, walaupun gaji nya sedikit dan belti pun terpilih menjadi presiden. Dan ada kabar gembira uang 2 triliun itu telah di temukan dan karena belti yang menang uang itu pun di berikan kepada belti. Pak beno dan pak lino merasa menyesal, dia merasa putus asa dan begitulah belti terpilih menjadi presiden.

20191208_222032

Marathon 02 – Athia

-Bab 3-

“AFNAN! Ayo banguunn!” teriakku sembari menggedor-gedor pintu kamarnya.

     Tetap saja tidak ada respon dari dalam. Aku kembali meneriakinya.

     Pagi ini, aku sudah siap dengan baju khusus petualanganku. Namun ada satu masalah, Afnan belum keluar dari kamar hingga pukul tujuh pagi. Sedangkan, pendaftaran sayembara detektif ditutup pukul delapan pagi. Belum lagi perjalanan dari rumah menuju museum. Aku kembali menggedor pintu kamar Afnan.

     “Aduh, iya! Ini aku sudah siap! Kamu sih gak sabaran. Tadi aku masih siapkan barang-barang yang dibutuhkan. Kamu aja, yang kalo kemana-mana cuma bawa HP sama buku kecil. Nih aku, bawa buku, alat tulis, baju ganti, HP, laptop—” Afnan memperlihatkan isi tasnya.

     Aku tertawa. “Salah sendiri kamu bawa segitu banyaknya, ngapain juga bawa baju ganti,” ejekku.

    “Biarin, siapa tahu nanti bajuku basah, kan sudah ada cadangan,” ucapnya dengan menjulurkan lidah, balas mengejekku.

     “Sudahlah, ayo turun. Kalau telat, kamu yang aku salahkan pokoknya,” ucapku balik. Dibalas oleh juluran lidah Afnan. Aku tertawa kecil.

     Si Abu dan si Kuning selalu mengikuti kami. Dua kucing itu memang sangat manja, mungkin karena tidak mendapat kasih sayang ibunya. Aku tertawa karena pikiranku sendiri.

     “Pagi, Afsa, Afnan…. Sudah siap semua? Ayo kita sarapan di jalan saja, nanti malah telat, siapa lagi nanti yang di salahkan kalau kalian gagal ikut seleksi sayembara itu.” Ayah tertawa. Begitu juga denganku dan Afnan. Aku kembali menggendong si Abu. Mengelus-elus lehernya, terlihat manja.

     “Ini sarapan kalian, jangan lupa dimakan dijalan. Semoga berhasil, ya!” Bunda menyemangati kami. Aku tertawa kecil. Mengintip kotak makan, roti lapis, makanan kesukaan kami.

     Perjalanan menuju museum tersebut memakan waktu tiga puluh menit. Roti lapis kami dengan cepat telah habis. Semoga saja kami berhasil seleksi sayembara tersebut. Aku hanya bisa berdoa saja.

***

     Saat kami sampai, pendaftaran sudah hampir ditutup, beruntung kami lari saat turun dari mobil. Dan ternyata setelah mendaftar, kami langsung masuk ke ruangan seleksi. Kukira tidak sekarang seleksinya, untungnya Afnan membawa barang² penting lainnya.

     Acara sudah hampir dimulai. Kami segera merapat ke barisan depan, demi mendengar penjelasan yang lebih jelas. Terlihat Ayah menyemangati dari luar ruangan kaca ini. Aku tersenyum, menyikut Afnan untuk membalas Ayah.

     “Hadirin yang saya hormati, marilah kita mulai acara ini. Terima kasih kepada anda semua telah mendaftar untuk mengikuti sayembara ini. Terima kasih, semua!” Pembawa acara memulai acara dari panggung besar di depan.

     “Sebelumnya akan saya jelaskan ketentuan mengikuti seleksi ini.” Pembawa acara tersebut mengeluarkan kertas dari saku bajunya. “Baiklah, pertama, semua peserta nantinya akan dibimbing terlebih dahulu oleh detektif paling profesional di kota kita. Yaitu Mr. Aldi dan Ms Hana. Nanti, mereka akan memberitahu bagaimana caranya kalian akan menemukan petunjuk tersebut. Dua orang detektif ini sudah mengetahui petunjuk sebenarnya, kalian hanya diminta memecahkan petunjuk yang diberikan oleh mereka.”

     Kami saling tatap. Bersyukur kami hanya diminta memecahkan petunjuk dari Mr. Aldi dan Ms. Hana, kalau kita diminta memecahkan petunjuk sebenarnya, bisa pingsan kita sebelum seleksi dimulai.

     Terlihat Mr. Aldi dan Ms. Hana duduk di kursi VIP depan kami. Mataku berbinar, tidak terbayang bisa bertemu dengan mereka berdua.

     “Kedua, jika sudah bisa menemukan petunjuk tersebut, kalian hanya tinggal menunggu saja. Penilaian dinilai dari sisi kecepatan pengumpulan, dan jawaban yang diberikan.” Pembawa acara melanjutkan, “Sudah, hanya itu saja peraturan sayembara ini. Terima kasih, sekarang semua peserta diharapkan pindah ruangan menuju ke ruangan sebelah kiri saya. Mengikuti Mr. Aldi dan Ms. Hana. Silahkan mister, miss.”

     Aku menatap Afnan. Hanya itu saja? Afnan mengangkat bahu. Ia juga heran, hanya itu saja peraturannya? Mudah sekali. Kami tertawa kecil. Segera mengikuti Mr. Aldi dan Ms. Hana yang sudah berjalan sejak tadi. Menatap sekilas Ayah yang tersenyum dibalik kaca ruangan ini. Aku balas tersenyum dan melambaikan tangan.

     “Ya, sudah pada kumpul semua?” teriak Mr. Aldi, kami semua mengangguk. “Baiklah, kita mulai bimbingan pada pagi hari ini, pertama, jika kalian suka dengan detektif—“ Aku sudah terbawa arus pembicaraan. Sesekali mengacungkan tangan, bertanya. Lalu saling tatap dengan Afnan, menemukan hal baru tentang fakta detektif.

     Peserta yang ikut tidak terlalu banyak, mungkin hanya sepuluh atau lima belas orang, tidak sebanyak yang kubayangkan.

     Lima belas menit kemudian, kami sudah selesai di briefing oleh Mr. Aldi. Waktunya mengerjakan tantangan! Entahlah, aku tak bisa membayangkan bagaimana tantangan yang akan diberikan, aku hanya mempunyai harapan yang besar, yaitu berhasil menyelesaikan tantangan bersama Afnan dan berhasil melewati seleksi ini. Ya, itu saja.

     “Baik, sebelum mengerjakan tantangan yang telah kita berikan. Silahkan membentuk kelompok terlebih dahulu! Satu kelompok terdiri dari dua orang! Ya, masing-masing kelompok dua orang! Dan salah satu orang silahkan mengambil petunjuk di saya.” Ms. Hana berteriak dari depan kami. Aku menyikut Afnan, beruntung kami hanya dua orang. Kami tertawa tipis. Aku menyuruhnya untuk maju dan mengambil kertas kusam tersebut.

     “Baiklah, tantangan dimulai dari….” Ms. Hana menoleh pada Mr. Aldi, memberi aba-aba untuk berteriak bersama.

     “SEKARANG!” Kami segera berlari menuju keluar ruangan. Itu adalah salah satu petunjuk yang diberikan.

Keluar dari ruangan ini.

Temukan sesuatu yang ganjil di atas rerumputan.

Tengok atas kalian, carilah keganjilan diatas tersebut.

Tentukan pencuri tersebut kabur ke arah mana.

Disitulah tantangan akan selesai.

     Aku membaca kembali petunjuk yang dituliskan di atas kertas kusam tersebut. Menoleh ke Afnan. Apa ini? Kita harus kemana? Gedung museum ini sangat luas. Begitu juga dengan halaman rumputnya. Bagaimana kita akan mencari keganjilan di atas rumput dengan halaman rumput seluas ini? Apakah kita harus meneliti semua rumput yang ada?

     “Kita menuju kemana, Afnan?” Aku menyikutnya. Sejak tadi ia sibuk melihat-lihat saja.

     “Ke arah timur, aku yakin kita harus menuju ke timur. Tadi aku melihat Mr. Aldi selalu melirik ke arah timur. Mungkin itu juga salah satu petunjuknya. Ayo, cepat! Nanti keburu ada kelompok lain yang sudah ada disitu,” ucap Afnan, ia menarikku menuju pintu di samping kiri kita.

     Aku terdiam, bagaimana bisa dia mengamati se-detail itu? Aku saja tidak sadar Mr. Aldi melirik ke arah timur—terlebih tidak peduli.

     Benar saja, saat kami meneliti satu persatu rumput di halaman rumput seluas ini, aku melihat ada sepetak rumpuk yang terlihat sehabis di tindih suatu barang yang berat. Terlihat lebih terbenam dibanding yang lain. Aku memanggil Afnan. Ia mengangguk. Memang benar ini petunjuk pertamanya.

     Kami mendongak. Dan benar! Lihatlah, diatas kami, terdapat jendela yang terbuka lebar. Gorden didalamnya terlihat berkibar-kibar keluar jendela, terkena angin.

     “Berarti, kita hanya tinggal mencari kemana pencuri itu pergi. Tapi, justru itu bagian yang paling sulit. Semoga saja belum ada peserta lain yang mengumpulkan,” desah Afnan. Ia terlihat berpikir. Aku pun juga begitu.

    “Sebentar, jika mereka menuju ke arah barat, tidak mungkin, karena mereka akan masuk kembali kedalam gedung tersebut. Pasti akan ketahuan. Kalau mereka ke arah selatan—“ Afnan terdiam, ia terlihat berpikir lebih dalam lagi.

     “Juga tidak mungkin, disana ada gerbang yang dijaga oleh satpam, mereka juga pasti akan ketahuan.” Aku melanjutkan setelah satu menit semua bungkam.

     “Iya, kamu benar. Berarti jika semua arah tidak, sisa arah utara. Ayo kita kesana untuk mengecek. Siapa tahu ada petunjuk lain yang membenarkan arah ini.” Afnan berlari menuju ke arah pagar berwarna hitam. Di seberang pagar ini terdapat seperti hutan kecil, namun rimbun dengan semak belukar. Terlihat sedikit seram.

     “AFSA! Lihat sini!” teriakan Afnan membuatku kaget. Sejak tadi aku terdiam memikirkan bagaimana caranya pencuri itu kabur, sedangkan di seberang pagar ini terdapat hutan semak belukar.

     “Lihat ini! Disini ada bolongan kecil. Terus juga ada rumput yang sedikit terbenam dibanding yang lain!” Wajah Afnan terlihat berseri. Ia seperti sudah menemukan jawaban diatas jawaban lain.

     Aku ikut menengok ke bawah. Benar saja! Ada sedikit rumput yang terbenam seperti bekas terinjak. Juga ada ranting yang patah seperti sehabis diinjak. Ya, kita berhasil! Aku mendorong pundak Afnan. Dia tertawa lebar.

     Aku pun segera menuliskan jawaban di bawah petunjuk tadi, dan berlari menuju pintu utama gedung megah ini. Menuju tempat pengumpulan jawaban.

     “Wah, wah…. Kalian sudah berhasil menemukan jawabannya? Aku tidak menyangka akan ada peserta semuda ini. Mungkin kalian berumur sekisar enam belas tahun. Selamat selamat! Silahkan tunggu dua jam lagi ketika kami yang mengumumkan pemenang sayembara ini dan akan ikut kami menjelajahi negri untuk menangkap perampok bayaran tersebut,” ucap Mr. Aldi saat kami datang didepan meja resepsionis. Terlihat sudah ada satu kertas tertancap di paku di sebelah kanan Mr. Aldi.

     “Perampok itu perampok bayaran, Mister?” tanya Afnan.

     “Haha—enggak, saya aja ngomongnya perampok bayaran,” jawab Mr. Aldi. Aku tertawa tipis. Begitu juga Afnan.

     Kami menunggu pengumuman sembari duduk-duduk di cafe depan museum ini. Menunggu dua jam itu cukup membuatku bosan. Akhirnya, setelah menghabiskan secangkir teh panas, aku mengajak Afnan untuk mengelilingi museum saja. Daripada diam bingung melakukan apa, lebih baik aku mengelilingi museum.   

     Setelah dua jam mengelilingi museum, dan mendapatkan hal baru, kami memutuskan menunggu di ruangan awal kami datang. Terlihat beberapa peserta lain juga sudah masuk ke dalam ruangan.   

     “Hadirin yang saya hormati. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas ketersediannya mengikuti seyembara ini. Mari kita sambut Mr. Aldi untuk membacakan pemenang sayembara berikut ini. Silahkan, mister….” Kami kembali bertemu dengan pembawa acara tadi pagi. Kami saling tatap, hanya bisa memanjatkan doa.

     “Baik, terima kasih, Wirda.” Mr. Aldi memegang alih mikrofon di tangannya. “Tidak usah panjang lebar ya…dan tidak usah pakai basa-basi. Baiklah, sebenarnya ada beberapa peserta yang sudah benar jawabannya. Namun, telat dibanding yang pertama mengumpulkan dan jawabannya juga sangat tepat.”

     Kami saling tatap. Bagaimana jika peserta yang telat tersebut adalah kami? Aku menghapus pikiran buruk tersebut dari dalam otak. Aku harus selalu berpikir positif.

     “Pemenang sayembara detektif ini, diraih oleeehhh—“ Mr. Aldi sengaja berhenti di tengah-tengah omongan. Membuat kami semakin penasaran. “Diraih oleh kelompok…. AFSANA DAN AFNAN!!” lanjut Mr. Aldi.

     Aku terloncat dari tempat duduk. Afnan hampir tersedak saat sedang meminum air putih. Kami saling tatap. Kami pun lompat-lompat tak keruan.

     “Nanti peserta yang menang silahkan menemui saya dan Ms. Hana sebelum pulang, ya….” Mr. Aldi tersenyum menatap kami. Kami mengangguk senang. Sekali lagi tertawa-tawa berdua.

***

     “Nantinya kalian akan saya bantu proses memesan tiket pesawatnya. Jangan kuatir nanti disana kita naik transportasi apa, saya punya kejutan nanti di negara sana,” jelas Ms. Hana.

     “Miss, kita membawa berapa baju? Dan bagaimana proses pembayarannya?” tanya Afnan mengacungkan tangan.

     “Pertanyaan yang bagus, Afnan! Baik, jika pembayaran, sudah kita kirimkan pada Ayah Bunda kalian. Dan untuk baju, kalian bawa secukupnya saja, satu koper kecil saja sudah cukup. Nanti disana kita cuci di hotel.” Afnan mengangguk-angguk.

     “Ada pertanyaan lagi?” tanya Ms. Hana. Kami serempak menggeleng.

     “Baik! Besok kita akan berangkat pukul enam pagi. Persiapkan barang-barang yang dibutuhkan. Untuk tujuan pertama, besok akan saya beritahu. Untuk sementar ini, silahkan kalian siapkan saja barang-barang untuk satu hari. Diharapkan tidak membawa koper besar. Cukup dengan satu koper kecil dan satu tas ransel. Paham?” seru Mr. Aldi.

     “Paham, Mister!” teriak kami bebarengan.

     “Baiklah, kalian sudah boleh pulang, silahkan… sampai jumpa besok, guys!” Ms. Hana menutup pembicaraan malam ini. Kami segera menuju mobil Ayah yang sudah menunggu sejak tadi. Kami melambaikan tangan pada Mr. Aldi dan Ms. Hana.

      Aku sudah tidak sabar melakukan perjalanan panjang esok. Gerimis mengguyur kota kami. Kaca mobil terlihat berembun.

     “Aku tak menyangka kita akan melakukan perjalanan dengan sangat mendadak seperti ini,” tutur Afnan menoleh padaku.

     Aku mengangguk. “Yeah, aku bahkan sungguh tak pernah menyangka,” jawabku.

     Baiklah, perampok bayaran, kami datang! Tunggu saja kalian disana!

Marathon 03 – Farih – Rangin (Bali)

Rangin Bali

asalamualaikum  teman teman    hari ini aku ingin menceritakan  pengalaman ku saat membuat rangin

Rangin adalah makanan tradisional Bali.  Tapi rangin juga ada di daerah lain seperti di Jawa Barat, Bangka Belitung namun punya bahan yang berbeda. Rangin dari Bali bahan dasarnya dari tepung ketan.

Sewaktu aku membuat rangin, aku harus memarut kelapa. Sebelumnya  aku harus belanja bahan dulu. Ketika  aku belanja  biasanya aku diberi catatan belanja.

Saat aku memarut kelapa saat aku  sangat kesulitan  akhirnya aku dibantu oleh kakakku. Dan ternyata dia cepat sekali.  

Bahan-bahan

Tepung ketan 300 gr

Air 200 ml

Kelapa masih muda, parut, 100 gr

Garam ½ sendok teh

Gula pasir secukupnya

Pewarna makanan merah secukupnya

Cara membuat

  1. Aduk semua bahan kecuali gula pasir hingga berbutir-butir seperti pasir
  2. Taburkan adonan tipis-tipis di atas wajan anti lengket. Tekan-tekan dengan punggung sendok. Taburkan segikit gula
  3. Bila sudah matang angkat dan sajikan dengan parutan kelapa

Marathon 01-Aura

1. Ice cream coklat pulang dari pasar.       Ice cream coklat membeli bahan-         bahan untuk dimasak.

2. Ice cream coklat memasak yang enak-enak untuk pesta.

3. Ice cream coklat menyiapkan peralatan makan untuk masakan yang telah siap dan dimasak.

4. Donat pelangi bersiap-siap pergi ke pesta ice cream coklat.

5. Donat kismis juga datang ke pesta ice cream coklat.

6. Mereka berpesta bersama.

Yummy 😋😋
20191203_213128.jpg

Marathon 03 – Aqil – Hati yang Menghangat

Aku membantu nenek menyiapkan makan malam. bau rempah rempah menyebar ke seluruh dapur. Aku  berkali kali menanyakan kapan masakan nenek matang.Ayahku sedang berbincang bincang dengan kakek sambil menuggu makan malam.

Malam harinya aku makan sayur kangkung hasil dari kebun dengan ayamgoreng kesukaanku.

Suasana menjadi syahdu ketika kakek membuka pembicaraan.

’’Selamat Aqil, sudah usia 10 tahun dan kamu sudah wajib shalat.Dalam tradisi keluarga kita,jika anak yang sudah usia 10 tahun akan diberi hadiah jalan-jalan.Kakek dan Neneksudahmenyiapkannyauntukmu”

“Selamat,Nak”,ayah menatapku bangga

“sholat akan membuatmumulia cucuku. Sholat jadi ukuranmu menata hidup. Sholatmu tertata waktumupun akan tertata dan semua urusanmu tertata’’. Nenek berbicara dengan mata berkacakaca

Aku tidakbegitu mengerti tapi hatiku menghangat. Beberapa jam lalu yang kupikirkan adalah jalan-jalan tapi malam ini aku merasa begitu dicintai!.

***

Marathon 03 – Taqiyya

BAB 1 – Portal

“Jadi, sebenarnya tempat apa ini?” tanyaku.

Benar-benar membingungkan, bukan? Ingatan tentang pesawat jatuh, portal, terasa seperti hanya sekelebatan.

“Ohya, tempat ini bernama Kepulauan Costipou. Kepulauan ini terdiri dari dua pulau, yaitu Ibukota Ahat dan pulau ini, yaitu Pulau Tnâ. Ini petanya,” kata Emmely seraya menyodorkan sebuah peta.

“–gurita raksasa? Apa itu?” tanyaku. Tanpa sadar, aku memicingkan mata ketika membaca tulisan mini itu.

“Ah, gurita raksasa merupakan roh pelindung laut. Dia menetap di antara Laut Ahat dan Laut Tnâ. Gurita tersebut membantu kami mengusir para perampok. Besarnya melebihi gunung. Selain gurita raksasa, juga ada naga laut dan naga. Tetapi, ukuran mereka jauh lebih kecil.” jelas Emmely.

“Oh…”

Marathon 01 – Nabila

PRINCESS KEMBAR NINTA DAN NINTI

Suatu hari princes Ninta dan princes Ninti pergi ke taman. Di taman mereka melihat kupu-kupu, lebah, kepik dan banyak serangga lainnya lagi.

Princes Ninti berkata pada princes Ninta “Kak…cantik deh semuanya, kupu-kupunya, kepiknya dan yang lainnya”. Princes Ninta menjawab adiknya, ”Iya dek semua ciptaan Allah”.

“Iya ya kak, semua ciptaan Allah. waaah..”.

Lalu mereka mulai berjalan lagi. Princes Ninta berkata “Allah yang menciptakan kita. Cacing ciptaan Allah. Kucing ciptaan Allah. Semua ciptaan Allah”.

Hari mulai sore, mereka masih bermain. Tiba-tiba hujan turun dengan deras. Mereka berlindung di bawah pohon. Mereka menunggu hujan reda. Tak lama kemudian hujan reda. Tinggal gerimis-gerimis saja. Mereka lalu berjalan lagi dan tiba-tiba muncul pelangi. Lalu mereka berucap “Maaysaallah….” secara bersamaan.

Marathon 03-Bella

FB_IMG_15752497764381500

Setelah umur 3 bulan, aku pindah ke Bangkalan-Madura.

Di foto itu, Aku yang Paling kecil itu lho. Dihimpit kakak-kakakku, dua jagoan yang selalu memberiku ide bermain. Ada bapakku juga, yang sayang banget sama aku.

Kakakku yang pertama kupanggil Mas Al, kakakku yang kedua kupanggil Mas Baim.

Mereka sangat berbeda. Mas Al jarang bermain denganku, tapi Mas Baim dia selalu ada permainan yang baru.

Ini cerita awal aku di Madura.

Marathon-03 – Tiara

Chapter 3: Preparation shenanigans and Peter’s unknown friends revealed.

Arthur

                “This is a mess” I mutter as I look around Old Man Roger’s repair shop. Stray wood litter the floor, oil puddles and white paint. I can see the Old Man sitting beside the van, checking the wheels.

        Francis laughs somewhere in the shop, I roll my eyes and carefully make my way to the van, avoiding all the puddles and wood.

        “Oi Old Man, you think this’ll drive up to Chicago? It’s a pretty old model as it is” I ask. The Old Man chuckles as he stands up. I look at him confused, wondering what’s so funny.

        “A VW t5, stripped of all its interior and remodelled two times. I think it’ll survive the trip Cycil has planned” He says chuckling. I narrow my eyes.

        The trip Cycil has planned?

        We’re only going to Chicago for a week, I refuse to drive anywhere farther than that.

        “Arthur! Cycil want to talk to you, it’s about food and stuff, money and things!!” Francis yells coming into the room. I sigh grabbing a towel, walking carefully over a big oil puddle. I would need to clean that.

        I found Cycil in the lounge eating an apple, a stolen one probably, looking at the map we printed, sitting on one of the multi coloured sofas Francis found at the side.

        The lounge is an array of different colour sofas, some has patches and some has stains that I think complements the room with its rotten floor boards and rusted roof. There is a long coffee tables made of old glass attached to tires that we made.

        I look to the table as Cycil hurriedly roll up the map. Before I can ask Cycil has already stuff the map into his bag.

       “Oh, hey. I wanted to ask if you have money. Like dollar money that we can use to buy stuff” he asks looking at me. I start thinking, I don’t think I do. Then again I never really checked with my mom or George (My Step-father). For all I know I do have money and I just don’t know it.

        “Not that I know of. Then again maybe I do and I just don’t know about it” I say. Before we can say anything else Francis comes in.

        He throws the door open, making a loud banging noise that makes me flinch, wearing a weird carnival shirt and a big top hat that has the words ‘Best Dude in Manhattan’ written in gold on it.

        “Hello young people of this broken generation, I have made a huge discovery and I am here to share and explain it. But first I need the Bastard out of here” He says as he pushes me out of the room and shuts the door.

        I stand confused in the shop before deciding to go back to the van. I still need to see if there’s any leaks.

        As I approach the van Peter and Marjorie runs pass and jumps in through the sliding door, I shook my head. Kids will be kids, just like Cycil will be Cycil. I’m sure he has a plan up his sleeve that he isn’t telling me. But before I can question him I need to go check on the van first.

        “Hey Twins don’t mess anything up in there. The paint isn’t dry yet, you hear?” I scream. The twins yell out an “okay.” I shook my head before opening the van’s front door.

        “Hey Arthur is there a bathroom in here?” Marjorie asks poking her head out. I look at her deadpanned, I may be a mechanic but I have my limits.

        “How are we gonna shower then?” Peter asks as his head pokes out behind Marjorie’s

        “We’ll bathe in lakes along the road. I don’t know Twins, none of you will stop complaining and I don’t want to hear your nagging voice all the time. I’ll search up something we can use in Chicago, there’s bound to be something” I snap as I enter the van. I can hear Marjorie huffs before she appears next to me using the doorway opening we made.

        “Well then what if there isn’t? We can’t take a bath in a lake that’s unsanitary”

        I groan hitting my head on the steering wheel. Why does she have to be so difficult? It’s just showering.

        I can hear someone laughing, loud and warm. I don’t need to be Cycil to know it’s the Old Man laughing at us.

        “He’s right Mar, when I was on a road trip with the missus and my old friends we bathe in lakes and rivers all the time. Swimming pools and GYMs too, met a couple of people that let us shower at their houses a couple of times. Now that I think of it I may have an old friend that lives in Chicago, I wonder how she’s doing nowadays” The Old Man say trailing off at the end while looking up, lost in memories.

        “Well you can write her a letter and we’ll deliver it, think it as a thank you for giving us this magnificent van to use” Cycil says as he comes up from behind.

        The Old Man chuckles as he pulls Cycil close to his side using one arm. Cycil laughs as Francis come up from behind too, tilting his flat cap as a greeting.

        “What have you two been up to? I didn’t see you come in Francis” The Old Man says. I snicker hiding my face for a second before turning to look at him.

        “How can you not hear him? I think he can wake a coma patient” I comment, dodging a paintbrush thrown my way.

        “How in Hell did you get that so fast?!” I demand stretching to looking at the paintbrush on the floor on the other side of the car.

        “I was gonna chuck it at you no matter what you say. Be it offensive or not” Francis answered while holding a bucket of paint in one hand. I growl rolling my eyes.

        “I still wonder how you can growl like that” Marjorie says as she exits the van, walking off somewhere. Peter shrugs over my shoulder and retreats inside.

        I grab the hand break and try to pull up and release. Pulling up is harder than normal, but I can manage.

        “So you kids going tomorrow? Today? What’s the plan here?” The Old Man asks. I gesture to Cycil, I don’t know the plan what I know is that I’m going to driving around Chicago with a bunch of Children for the next two or three days.

        “Well we’ll need to oil a lot of thing out the van is still a bit rusty and I wanna test it first. But by the 12th we’ll be good to go” Francis comments looking the van over.

        “What about you Peter? You said you can make the school shut down in a week’s time and I’m not seeing major changes here” I say. The school is still operating as usual, nothing has changed.

        “Well you said we’ll be leaving at….?”

        “Probably the 16th” Cycil says counting down with his fingers. I look back into the van, seeing Peter laying on the bed we’ll be sharing.

        “That’s all the time I need” He answers cockily. I roll my eyes and starts to go out.

        “Don’t get too cocky there Champ, something might happen that you don’t suspect” The Old Man says head suddenly poking in.

        “Like what?” Peter asks. What a dumb question anything can happen.

        “Like maybe the people you’ve been hanging out with will stab you in the back. Both literally and figuratively” Marjorie answers coming back into the shop.

        I narrow my eyes, I can feel Cycil hovering behind me.

        “Well, who’ve you been hanging out with?” He asks, I’m surprised that I couldn’t find a hint of concern in his voice, just curiosity.

        “The gang near an abandoned mall not too far off the orphanage” Peter says without hesitation.

        The gang near his orphanage? Wait a minute.

        “Do you mean Mephisto’s gang? Well then you’re good Pete. They’re not too bad and I know a few people there” Cycil says. I snap my head up to look at him.

        This is a gang Peter’s been hanging out with and he doesn’t mind?! And it’s Mephisto of all people.

        “Oh don’t look at me like that, Mephisto is a good guy he’ll take care of Peter. If he doesn’t then I’ll just call his mom and problem solved.”

        I can feel my face turn to disgusted wonder.

        Now what’s worst? An 8 year old in a gang, or a gang leader that is feared by the police but can be easily taken down by one phone call to their mother?

        ‘I wonder who’ll kill for that information’ I suddenly thought shaking my head.

        “I’m surrounded by idiots” I mumble. The Old Man laughs out loud, a big grandfather kind of laugh.

        “Anyway. I have a few things that you can use to make a shower, a bag for collecting rainwater and the sun to heat it up and kill all the bacteria. Come on” The Old Man says as he leads Marjorie and Cycil away. Leaving me, Peter and Francis.

        I look at Francis before signalling for him to go talk to Peter. He makes a “you first” gesture. I groan and crawl into the back.

        The back has high ceilings making me have a few inches between my head and the carpet that covers the ceilings. I walk to Peter before sitting down beside him.

        “I know, I know. Marjorie already told me, ‘you shouldn’t hangout with them or you’ll get in trouble with the police and then they’ll deport you bla bla bla.’ I’m tired of hearing it Arthur” Peter says turning away from me.

        I look at Francis giving him a “What now?” look.

        Francis shrugs and gestures me to go on with what I was doing. I pretend to hit him before turning to Peter.

        “You know Mephisto use to be a friend of mine. He helped me out with the cops and stuff, like Cycil said he is a good guy” I told him.

        Looking back Mephisto may act like a self-centred, egoistic bastard, but he is a good guy.

        “Hey if Mephisto’s going to trash the school wouldn’t he have contacted Cycil first? And why didn’t he tell Cycil you’ve been hanging out with them?” Francis suddenly asks. I look up at the ceiling before thinking.

        Mephisto would have told Cycil about Peter, but he didn’t. Meaning either he deliberately hid the fact that Peter has been hanging out with him or….

        “Cycil knows” I blurt out. Suddenly realising how much power Cycil has.

        “What?!” Peter yells turning to see me.

        I feel stupid now. That’s why Cycil didn’t ask who Peter was hanging out with, because he knows that Peter was with Maphisto, but he probably didn’t know that Peter hasn’t been eating. Francis laughs and wheezes before turning to look at Peter.

        “Well there’s nothing you can do about it now. Sorry kid but Cycil knows everything now, Mephisto must’ve told him” Francis says excepting it. I roll my eyes.

        “Well now that that’s out of the way. What are you planning?” I ask

        “You’ll see this Friday. It’s Friday the 13th you know” Peter says.

        I hum, five more days, this should be fun.